Selamat membaca kembali bulletin suara pembaharuan, kali ini,
bulletin akan membahas tentang hukum makmum membaca al-fatihah. Bagi pembaca
pertama bulletin ini, kami sampaikan bahwa dua bulletin sebelumnya telah tuntas
membahas hukum membaca al-fatihah dalam sholat munfarid (sendiri) baik sholat
wajib maupun sunnah, untuk bulletin yang ada di tangan pembaca ini, akan
membahas hukum membaca al-fatihah dalam sholat berjamaah terkhusus bagimakmum.
Terdapat tiga pendapat berkenaan dengan hal ini. Pertama, pendapat Imam Syafi’i
dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa wajib membaca al-fatihah dalam sholat
berjamaah baik sholat sirriyah maupun jahriyah. Pendapat kedua adalah pendapat Imam Abu Hanifah yang
menyatakan tidak boleh membaca al-fatihah bagi makmum. Pendapat ketiga adalah
pendapat Abu Hanifah yang menyatakan bahwa makmum tidak membaca al-fatihah di
sholat Jahriyah dan wajib membaca al-fatihah dalam sholat Sirriyah.
Berikut uraian singkat pendapat empat imam madhab. ImamSyafi’I dan
Imam Ahmad mendasarkan pendapat mereka dengan hadist yang diriwayatkan dari
sahabat U’badah bin Shomat:
لا
صلاة لمن لا يقرأ بفاتحة الكتاب
“tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca pembuka kitab (al
fatihah)”
Hadist ini menunjukkan kewajiban membaca al-fatihah dalam sholat,
baik itu berjamaah maupun munfarid. Seorang makmum yang mendapati imam
belum rukuk dan bisa membaca al-fatihah, maka ia harus membaca. Pendapat ini
juga dikuatkan hadist riwayat imam Abu Dawud, Nabi SAW bersabda:
لعلكم تقرؤون خلف إمامكم ؟ قلنا : نعم يا رسول الله فقال : فلا تفعلوا
إلا بفاتحة الكتاب فإنه لا صلاة لمن لم يقرأ بها
“Hendaknya kalian membaca di belakang imam kalian. kami (sahabat)
berkata: baik ya rasulullah. Lalu Nabi Muhammad SAW berkata: janganlah kalian
lakukan kecuali membaca al-fatihah, karena sesungguhnya tidak ada sholat bagi
orang yang tidak membacanya.”
Sementara Imam Abu Hanifah mendasarkan pendapat beliau dengan
firman Allah SWT dalam surat al-A’rof ayat 204. Allah SWT berfirman
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا
“dan apabila dibacakan al-Qur’an maka dengarkanlah dan
diamlah”
Pendapat diatas didukung oleh hadist riwayat Ibnu Abi Syaibah dari
sahabat Abu Hurairah r.a dimana Nabi Muhammad SAW bersabda
مَنْ
كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ
“Barang siapa mendapat bacaan Imam, maka bacaan imam adalah
bacaannya”
Para ulama hadist mempermasalahkan hadist yang digunakan dalil oleh
imam Abu Hanifah ini.
Pendapat ketiga adalah pendapat Imam Malik. Pendapat ini berada
ditengah-tengah pendapat imam madzhab yang lain. Beliau berpendapat bahwa dalam
sholat jahriyah seorang tidak boleh membaca al-fatihah.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا
“dan apabila dibacakan al-Qur’an maka dengarkanlah dan
diamlah”
Sementara dalam sholat sirriyah, seorang makmum harus
membaca al-fatihah karena ia tidak mendengar bacaan imam.
Meskipun para imam berbeda pendapat dalam hukum makmum membaca
al-fatihah, tetapi mereka sepakat bahwa seorang makmum mendapat satu rekaat
berjamaah ketika mereka mendapat rukuk imam. Dalam web Tanya jawab yang dibina
oleh Syaikh Muhammad Sholeh al-Manjid (www.IslamQA. Info) disebutkan bahwa Imam
Abu Dawud pernah mendengar Imam Ahmad ditanya tentang sholat makmum yang
terlambat dan dia mendapat imam masih ruku’. Imam Ahmad berkata: “jika kamu
bisa meletakkan tangan di lutut sebelum imam mengangkat kepala maka engkau
mendapat satu rekaat”. Pendapat ini bisa dilihat dalam kita “al-Majmu’ jilid 4
hal 215). Pendapat berdasarkan hadist Abu Bakroh yang mendapati Nabi SAW telah
ruku’. Lalu beliau ruku’ padahal belum memasuki shof. Beliau ruku’ sambil
berjalan kea rah ruku’. Mengetahui hal ini, Nabi SAW menganggap ruku’nya Abu
Bakroh sah, dimana ia tidak diminta mengulangi. “Wallahu A’lam Bisshowab”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar