BAGIAN KE-DUA
Bulletin suara pembaharuan kali ini datang dengan judul yang
berseberangan dengan judul sebelumnya. Judul yang mungkin saja membuat suntuk,
lantas suntuk yang seperti apa? Suntuk yang dapat diartikan perasaan tidak
nyaman karena memiliki keyakinan yang berbeda. Penulis sengaja mendahulukan
judul sah-nya sholat tanpa membaca al-fatihah karena penulis menyadari
mayoritas masyarakat Solo dan sekitarnya memiliki pemahaman yang berkebalikan.
Tujuan utamanya supaya kita mengetahui bahwa pendapat yang belum tentu salah, tetapi merupakan puncak dari totalitas ulama dalam
menyimpulkan hukum dari qur’an dan hadist. Artinya bukan pikiran liar tanpa
kendali. Sekarang tiba saatnya judul yang sesuai dengan pemahaman kita, sholat tidak sah tanpa membaca
al-fatihah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama yakni Imam Malik, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad. Dalam pemilihan hukum yang terdapat perbedaannya,
memilih pendapat mayoritas lebih dianjurkan. Akan tetapi mengetahui dasar hukum
dan cara menyimpulkan hukumnya adalah wajib, berikut ulasannya.
Nabi Muhammad saw sebagai panutan utama selalu membaca al-fatihah
dan tidak pernah meninggalkannya baik dalam sholat wajib maupun sholat sunnah. Bahkan
beliau bersabda,
لا
صلاة لمن لا يقرأ بفاتحة الكتاب
“tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca pembuka kitab (al
fatihah)”
Hadist ini menunjukkan akan wajibnya menbaca al-fatihah dalam
setiap rekaat, begitulah mayoritas ulama menyimpulkan. Berkenaan dengan orang
yang tidak bisa menjalankan sholat dengan benar lalu Nabi mengajarkannya tanpa
disebutkan al-fatihah. Sebagaimana hadist riwayat Abu Hurairoh r.a.
إِذَا
قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ، وَاسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ
وَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Jika kamu melaksanakan sholat maka sempurnakanlah wudhu, dan
menghadaplah kiblat lalu ucapkanlah takbir. Kemudian bacalah yang mudah bagimu
dari al-qur’an, kemudian ruku’lah sampai engkau tenang dalam ruku’
Pembaca yang budiman, hadist di atas ditujukan untuk orang yang
belum bisa membaca atau menghafal al-fatihah.Hal tersebut merupakan keadaan
yang tidak normal sebagaimana sholat wajib akan tetap sah, meskipun dilakukan
dengan berbaring bagi siapa yang tidak kuat berdiri. Keadaan tidak normal tidak
bisa diterapkan pada umat Islam secara umum. Maka mayoritas ulama dengan tegas
menetapkan tidak sah sholat tanpa al-fatihah bagi orang yang mampu membacanya.
Sebagaimana pendapat mayoritas ulama terhadap dalil yang digunakan Imam Abu
Hanifah dalam surat al-Muzammil ayat 20
berikut,
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ
اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ - فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَن
“Sesungguhnya Rabmu mengetahui bahwa engkau berdiri menunaikan
sholat malam kurang dari seperdua malam, atau separuh malam, atau sepertiganya.
– Maka bacalah apa yang mudah dari al-Qur’an”
Mayoritas ulama menyinkronkan pendapat mereka dengan ayat di atas
dengan dua sudut pandang. Syaikh Abu Malik dalam karya beliau Shohih Fikh Sunnah
menjelaskan dua sudut pandang tersebut. Pertama, yang mudah dari
al-Qur’an adalah bacaan setelah al-fatihah. Surat al-fatihah tetap dibaca,
kemudian bacaan tambahan setelah al-fatihah adalah yang termudah dari hafalan
yang dimiliki. Kedua, surat al-Muzammil adalah surat makiyah yang
turun di Mekah. Surat ini turun sebelum penetapan al-fatihah sebagai rukun
sholat yang tidak boleh ditinggalkan, sehingga penetapkan al-fatihah dalam
sholat menghapus kandungan hukum dalam surat ini.
Dalam hadist yang lain, Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa
sholat yang tidak dibacakan al-fatihah didalamnya, maka kurang dan bahkan tidak
sempurna. Berikut sabda Nabi Muhammad SAW,
من
صلى صلاة لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب فهي خداج - ثلاثاً - غير تام
“Siapa yang menjalankan
sholat kemudian tidak dibacakan didalamnya surat al-fatihah maka ia kurang –
tiga kali (mengucapkan ini) – tidak sempurna.”
Mayoritas ulama menyatakan bahwa, kurang dan tidak sempurna itu
bermakna tidak melakukan hakikat sholat. Bahkan Imam Abu Hanifah dan Imam
Atsauri yang berpendapat sah sholat tanpa membaca al-fatihah juga menyakini
bahwa sholat memiliki kualitas yang sangat kurang tanpa al-fatihah.
Kesimpulan dari bulletin
ini, tentang hukum membaca al-fatihah, yakni meninggalkan bacaan al-fatihah
karena belum bisa membacanya, maka sholat tetap sah. Akan tetapi meninggalkan
bacaan al-fatihah padahal orang tersebut mampu membacanya, maka kualitas sholat
tidak sempurna. Mayoritas ulama menyebutkan bahwa tidak sempurna ini
menyebabkan tidak sahnya sholat, sementara Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa
tidak sempurnanya sholat tidak
membatalkan sholat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar