Selamat datang di blog membangun peradaban. silahkan tulis kritik dan saran

Pages

Kamis, 27 April 2017

TIDAK SAH-NYA SHOLAT TANPA MEMBACA AL-FATIHAH



BAGIAN KE-DUA

Bulletin suara pembaharuan kali ini datang dengan judul yang berseberangan dengan judul sebelumnya. Judul yang mungkin saja membuat suntuk, lantas suntuk yang seperti apa? Suntuk yang dapat diartikan perasaan tidak nyaman karena memiliki keyakinan yang berbeda. Penulis sengaja mendahulukan judul sah-nya sholat tanpa membaca al-fatihah karena penulis menyadari mayoritas masyarakat Solo dan sekitarnya memiliki pemahaman yang berkebalikan. Tujuan utamanya supaya kita mengetahui bahwa pendapat yang  belum tentu salah, tetapi  merupakan puncak dari totalitas ulama dalam menyimpulkan hukum dari qur’an dan hadist. Artinya bukan pikiran liar tanpa kendali. Sekarang tiba saatnya judul yang sesuai dengan  pemahaman kita, sholat tidak sah tanpa membaca al-fatihah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama yakni Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Dalam pemilihan hukum yang terdapat perbedaannya, memilih pendapat mayoritas lebih dianjurkan. Akan tetapi mengetahui dasar hukum dan cara menyimpulkan hukumnya adalah wajib, berikut ulasannya.
Nabi Muhammad saw sebagai panutan utama selalu membaca al-fatihah dan tidak pernah meninggalkannya baik dalam sholat wajib maupun sholat sunnah. Bahkan beliau bersabda,
لا صلاة لمن لا يقرأ بفاتحة الكتاب
“tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca pembuka kitab (al fatihah)”
Hadist ini menunjukkan akan wajibnya menbaca al-fatihah dalam setiap rekaat, begitulah mayoritas ulama menyimpulkan. Berkenaan dengan orang yang tidak bisa menjalankan sholat dengan benar lalu Nabi mengajarkannya tanpa disebutkan al-fatihah. Sebagaimana hadist riwayat Abu Hurairoh r.a.
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ، وَاسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Jika kamu melaksanakan sholat maka sempurnakanlah wudhu, dan menghadaplah kiblat lalu ucapkanlah takbir. Kemudian bacalah yang mudah bagimu dari al-qur’an, kemudian ruku’lah sampai engkau tenang dalam ruku’
Pembaca yang budiman, hadist di atas ditujukan untuk orang yang belum bisa membaca atau menghafal al-fatihah.Hal tersebut merupakan keadaan yang tidak normal sebagaimana sholat wajib akan tetap sah, meskipun dilakukan dengan berbaring bagi siapa yang tidak kuat berdiri. Keadaan tidak normal tidak bisa diterapkan pada umat Islam secara umum. Maka mayoritas ulama dengan tegas menetapkan tidak sah sholat tanpa al-fatihah bagi orang yang mampu membacanya. Sebagaimana pendapat mayoritas ulama terhadap dalil yang digunakan Imam Abu Hanifah  dalam surat al-Muzammil ayat 20 berikut,
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ - فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَن
“Sesungguhnya Rabmu mengetahui bahwa engkau berdiri menunaikan sholat malam kurang dari seperdua malam, atau separuh malam, atau sepertiganya. – Maka bacalah apa yang mudah dari al-Qur’an”
Mayoritas ulama menyinkronkan pendapat mereka dengan ayat di atas dengan dua sudut pandang. Syaikh Abu Malik dalam karya beliau Shohih Fikh Sunnah menjelaskan dua sudut pandang tersebut. Pertama, yang mudah dari al-Qur’an adalah bacaan setelah al-fatihah. Surat al-fatihah tetap dibaca, kemudian bacaan tambahan setelah al-fatihah adalah yang termudah dari hafalan yang dimiliki. Kedua, surat al-Muzammil adalah surat makiyah yang turun di Mekah. Surat ini turun sebelum penetapan al-fatihah sebagai rukun sholat yang tidak boleh ditinggalkan, sehingga penetapkan al-fatihah dalam sholat menghapus kandungan hukum dalam surat ini.
Dalam hadist yang lain, Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa sholat yang tidak dibacakan al-fatihah didalamnya, maka kurang dan bahkan tidak sempurna. Berikut sabda Nabi Muhammad SAW,
من صلى صلاة لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب فهي خداج - ثلاثاً - غير تام
“Siapa yang menjalankan sholat kemudian tidak dibacakan didalamnya surat al-fatihah maka ia kurang – tiga kali (mengucapkan ini) – tidak sempurna.”
Mayoritas ulama menyatakan bahwa, kurang dan tidak sempurna itu bermakna tidak melakukan hakikat sholat. Bahkan Imam Abu Hanifah dan Imam Atsauri yang berpendapat sah sholat tanpa membaca al-fatihah juga menyakini bahwa sholat memiliki kualitas yang sangat kurang tanpa al-fatihah.     
Kesimpulan dari  bulletin ini, tentang hukum membaca al-fatihah, yakni meninggalkan bacaan al-fatihah karena belum bisa membacanya, maka sholat tetap sah. Akan tetapi meninggalkan bacaan al-fatihah padahal orang tersebut mampu membacanya, maka kualitas sholat tidak sempurna. Mayoritas ulama menyebutkan bahwa tidak sempurna ini menyebabkan tidak sahnya sholat, sementara Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa tidak sempurnanya  sholat tidak membatalkan sholat.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Tinggi Bahasa Arab

Kegiatan Dakwah Masjid Zakaria

Info UMS