Selamat datang di blog membangun peradaban. silahkan tulis kritik dan saran

Pages

Kamis, 27 April 2017

“SAH-NYA SHOLAT TANPA MEMBACA AL-FATIHAH”

BAGIAN PERTAMA

Pembahasan masalah fikih amaliyah pada dasarnya telah selesai dibahas para ulama terdahulu berdasarkan pada dalil Qur’an dan hadist. Hari ini, umat Islam disajikan berbagai aneka menu pendapat yang lengkap dengan dalil-dalil untuk dipilih. Salah satu pandangan yang kurang tepat, jika kita mengatakan bahwa hukum Islam ini dibuat oleh empat imam madzhab besar. Ke-empat imam tersebut yakni; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Dalam dunia Islam, para ulama menyakini bahwa mereka tidak membuat ajaran, tetapi mereka hanya merumuskan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan metode penyimpulan yang berbeda, sehingga terjadi perbedaan yang bisa ditoleran. Imam Malik berkata, “semua pendapat boleh ditolak selain pendapat penghuni kuburan ini”, (sambil beliau menunjuk kuburan Nabi Muhammad SAW). Sementara Imam Syafi’I berkata, “jika pendapatku menyelisihi hadist yang shohih, maka pada dasarnya hukum dalam hadist yang shohih itu adalah pendapatku”. Perkataan itu menunjukkan bahwa tidak ada hukum yang mereka tetapkan, melainkan hasil usaha maksimal dalam menyimpulkan seluruh ayat dan hadist yang mereka ketahui.

Beberapa orang mungkin merasa janggal atau tidak nyaman ketika membaca judul ini. Akan tetapi, penulis menggaris bawahi judul di atas dengan kata-kata bagian pertama, yakni akan ada pendapat yang menyatakan tidak sah sholat tanpa membaca Al-fatihah pada buletin selanjutnya. Harap Sabar dan ikuti terus buletin ini. Penulis mengangkat pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ats Tsauri yang menyatakan sah sholat tanpa membaca Al-fatihah. Pendapat ini dinukil syaikh Muhammad A’li As Shobuni dalam karya besar beliau “Tafsirul Ayatul Ahkam Minal Qur’an”. Bagaimana dengan hadist yang menyatakan tidak syahnya sholat tanpa Al-fatihah? Sabar!!! Berikut ulasan dua ulama tersebut.
Pendapat tentang sah-nya sholat tanpa membaca al-fatihah secara implisit telah disinggung Allah SWT dalam firmannya surat al-Muzammil ayat kedua puluh. Allah SWT berfirman;
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ - فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَن
“Sesungguhnya Rabmu mengetahui bahwa engkau berdiri menunaikan sholat malam kurang dari seperdua malam, atau separuh malam, atau sepertiganya. – maka bacalah apa yang mudah dari al-Qur’an”
Umat Islam telah menyepakati bahwa firman Allah dalam surat al-Muzamil ayat 20 itu berkenaan dengan sholat malam, dan Allah memerintahkan kaum muslimin untuk membaca surat atau ayat yang mudah dari hafalan mereka. Imam Abu Hanifah dan Imam Ats Tsauri mensyaratkan tiga ayat yang pendek atau satu ayat yang panjang dari al-Qur’an. Sementara dalil dari As-Sunnah adalah hadist riwayat Abu Huroirah dibawah ini;   
ada seorang sahabat masuk masjid dan mendirikan sholat dengan cepat kemudian menyampaikan salam kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi menjawab salam kemudian berkata, ulangilah sholatmu karena kamu belum sholat. Sahabat ini mengulangi sholat tetapi kemudian diminta mengulangi lagi sampai yang ketiga kalinya, hingga ia berkata: saya tidak bisa melakukan yang lebih baik dari ini, kemudian beliau bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ، وَاسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Jika kamu melaksanakan sholat maka sempurnakanlah wudhu, dan menghadaplah kiblat lalu ucapkanlah takbir. Kemudian bacalah yang mudah bagimu dari al-qur’an, kemudian ruku’lah sampai engkau tenang dalam ruku’”
Para pembaca yang budiman, silakan perhatian hadist yang diriwayatkan imam Baihaqi dari sahabat Abu Huroiroh.
Dari hadist di atas, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hadist tersebut mengisyaratkan tidak wajibnya membaca Al-fatihah dalam sholat. Apabila wajib, tentu perintah Nabi kepada sahabat tersebut berupa bacalah Al-fatihah bukan bacalah apa yang mudah bagimu dari al-qur’an. Bagaimana Imam Abu Hanifah menyinkronkan pendapat beliau dengan hadist yang diriwayatkan dari sahabat U’badah bin Shomat:
لا صلاة لمن لا يقرأ بفاتحة الكتاب
“tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca pembuka kitab (al fatihah)”
Berkenaan dengan hadist di atas, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa huruf laa (لا) pada hadist diatas bukan berarti tidak sah, akan tetapi artinya tidak sempurna. Jadi, hadist di atas menerangkan bahwa sholat seseorang tidak sempurna tanpa membaca Al-fatihah tetapi tetap sah. Mungkin kita bisa buat perumpamaan pemahaman ini, misalnya pada nilai kelulusan ujian, seseorang yang mendapat nilai 8, maka ia lulus tetapi tidak sempurna. Karena yang disebut sempurna adalah nilai 10. Lalu berapa nilai sholat yang tanpa Al-fatihah? Kita semua tidak tahu, sebagaimana telah menjadi keyakinan kita bersama, Allah dan siapa saja yang Allah perintahkan mencatat amal kebaikan yang mengetahui nilai kita. Lebih lanjut, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa huruf laa (لا) pada hadist tentang membaca Al-fatihah dalam sholat memiliki makna yang sama dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh
لاَ صَلاَةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ إِلاَّ فِى الْمَسْجِد
“Tidak sempurna sholat tetangga masjid kecuali dilaksanakan dalam masjid”
Huruf Laa yang memiliki arti “tidak sempurna” juga terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik.
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
“tidak beriman seseorang dari kalian sampai ia mencintai apa yang dimiliki saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu itu menjadi miliknya”
Kata tidak (لا) dalam hadist di atas memiliki arti tidak sempurna, sehingga tetangga masjid yang menjalankan sholat fardhu dirumah tetapi sah tetapi memiliki kekurangan, begitu juga seorang muslim tidak menjadi murtad (keluar dari Islam) jika ia sampai iri atau tidak suka terhadap kenikmatan yang dimiliki saudaranya. Begitu sebaliknya, jika kata “tidak” diartikan “tidak sah” maka iman seorang muslim bisa batal jika ia sampai tidak ridho dan senang terhadap kenikmatan yang diterima seseorang. Inilah pendapat imam Abu Hanifah dan Imam Ats Tsauri tentang Al-fatihahi dalam sholat. Wa Allahu ‘alam Bissowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Tinggi Bahasa Arab

Kegiatan Dakwah Masjid Zakaria

Info UMS