KENAPA MISS WORLD SALAH?
Warsito
Ketua Program SMP Khusus Putri
Ratu kecantikan dunia atau miss world merupakan ajang tertinggi
pemilihan perempuan tercantik didunia. Ajang dua tahunan ini diikuti perwakilan
dari 130an negara termasuk Indonesia. Pada awalnya, ajang ini merupakan media
iklan para pengusaha pakaian, khususnya
pakaian dalam untuk mengiklankan produk mereka, para pemilik modal mengadakan
sebuah kontes kecantikan dan meminta peserta memakai pakaian bikini dan
kemudian dinilai setiap lekukan tubuhnya. Di setiap perhelatan, penilaian kualitas
tubuh dengan memakai pakaian bikini menjadi satu sesi wajib bagi para peserta. Sejalan
dengan perkembangannya, miss world tidak hanya dinilai dari aspek fisik,
melainkan juga aspek kecerdasan dan perbuatannya. Meskipun terdapat berbagai
macam tambahan penilaian, syarat cantik merupakan kunci untuk mengikuti
kejuaraan ini.
Secara penamaan, istilah miss world atau ratu kecantikan memberi
gambaran akan adanya tingkatan perempuan didunia ini, dimana secara otomatis
menuntut perbedaan sikap dan penilaian. Dengan adanya kontes atau kejuaraan
ini, terdapat pandangan bahwa perempuan yang berkualitas nomor wahid
adalah perempuan yang memiliki tubuh yang menawan, berikutnya level dibawahnya
dan dibawahnya. Beerdasarkan sejarah, pemujaan terhadap wanita cantik
mengingatkan kita pada kehidupan perempuan di zaman keemasan Yunani. Prof. Dr.
Quraisy Sihab dalam Nazaruddin Umar berkata bahwa di puncak peradaban Yunani,
perempuan dipuja karena kecantikan dan daya tarik tubuhnya. Mereka merupakan
alat pemenuhan naluri seks laki-laki dan perempuan diberi kebebasan untuk
melakukan itu. Perempuan menjadi barang komodity, dihargai dan dipuja karena
faktor bawaan sejak lahir yaitu kecantikan, bukan karena sesuatu hasil yang
mereka usahakan.
Pola kehidupan Yunani yang memuja kecantikan perempuan dan daya
tarik tubuhnya tampak dalam dunia periklanan, dimana pemilik modal
mengekplorasi tubuh perempuan untuk mengiklankan produk mereka meskipun tidak
ada hubungan. Sebagai contoh, mereka mengiklankan mobil atau motor dengan
perempuan berpakaian mini diatas kendaraan. Sebagaian lain memakai pakaian
dalam, dan disuruh berjalan di ring tinju untuk menunjukkan ronde dalam
pertandingan. Sebagaian mereka disuruh menari telanjang dikafe-kafe untuk
menarik kehadiran pelanggan. Sebagai puncak dari pemujaan kecantikan dan daya
tarik tubuh wanita adalah perhelatan ratu kecantikan sedunia. Hal ini tentu
merendahkan nilai perempuan, karena mereka dipuja ketika cantik dan diabaikan
ketika sudah tidak memiliki daya tarik tubuhnya. Kondisi ini yang sekarang
terjadi di Barat tempat lahirnya Miss world. (Danelle Crittenden, Wanita Salah
Langkah?: Menggugat Mitos-Mitos Kebebasan Wanita Modern, Bandung: Qanita,
2002, cetakan pertama, hal. 70)
Secara akademik, perhelatan miss world melecehkan dunia ilmu
pengetahuan. Perhelatan ini meletakkan ilmu dibawah standar fisik, dimana
penetapan ratu wanita dinilai dari unsur tubuh. Meskipun ada unsur penilaian
kognitif, tetapi penilaian itu tidak menunjukkan tingkat keilmuan yang layak
untuk menyandang sebagai ratunya wanita. Dilihat dari segi sosial, perhelatan
ini melecehkan perempuan dimana mereka membuat kasta. Meskipun penilaian
kecantikan, dilakukan oleh-oleh laki-laki atau perempuan dikehidupan
sehari-hari, tetapi pembuatan ranking wanita secara lembaga tentunya tidak bisa
diterima. Dilihat dari unsur kesetaraan yang diusung para feminist lewat
jargonnya persamaan gender, dimana mereka berusaha menghilangkan sekat antara
laki-laki dan perempuan disemua lini, yayasan miss world malah membuat sekat-sekat
baru diantara wanita. Mereka mengungulkan wanita cantik diatas wanita biasa.
Bukan hanya merusak kesetaraan antar wanita saja, tetapi juga antar jenis
kelamin. Hal itu karena laki-laki didunia seperti Newtown, Al-Khawarizmi
pencetus Al-Jabar dan lain-lain, dikenang dunia karena penemuan dan bukan
karena fisik mereka yang tampan atau sebaliknya.
Hari ini, pemujaan wanita dan daya tarik tubuhnya dilaksanakan di
Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Perhelatan ini
secara sadar tentu mencoret harga diri bangsa. Sebagai sebuah komunitas beragama
yang memiliki nilai norma untuk menjaga sisi fisik, seorang pemilik modal non
muslim memaksakan perhelatan ini diadakan. Jika acara ini salah dari sisi
sejarah, akademik, sosial maupun semangat kesetaraan, acara ini juga merusak
semangat toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar