Khutbah Jum'aat
Oleh Warsito, S.Pd., M.P.I.
Jamaah shalat jum’at yang mulia,
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi, kemudian menyinari siang dengan matahari dan menerangi malam
dengan bulan. Dia menjalankan matahari dan bulan pada orbit atau jalur
edarnya serta Dia satu-satunya Dzat yang mengganti siang dengan malam dan malam
menjadi siang sehingga kita bisa mengetahui hitungan hari, bulan, dan tahun.
Allah telah berfirman.
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا
بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat
orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu
melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mngetahui”.
(QS. Yunus: 5)
Salawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad.
Rasul yang memutus tali permusuhan lalu merajutnya menjadi persaudaraan; Nabi
yang membalas cacian dan hinaan dengan do’a dan dakwah. Beliau adalah manusia
yang diberi kesempuraan budi pekerti dan keutamaan akhlak. Sehingga umat Islam
menerima sebaik-sebaik perkataan dan sebaik-baik petunjuk.
Saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jamaah
shalat jum’at untuk selalu meningkatkan ketakwaan, dengan mengerjakan amal
kebaikan dan meninggalkan larangan agama. Karena takwa adalah sebaik-baik bekal
dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Sebaimana firman Allah:
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“berbekallah,
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa”. (QS. Al-Baqarah: 197)
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Waktu terus
berjalan, hari terus berganti dan bulan serta tahun terus bertambah seiring
dengan bertambahnya catatan amal soleh atau amal buruk kita. Pada hari jum’at
tanggal 18 Desember, kita umat Islam telah meninggalkan tahun 1430 H dan
memasuki tahun baru 1431 H. Evaluasi harus kita lakukan tentang apa yang telah
kita lakukan selama 12 bulan pada tahun 1430 H, prestasi dan kebaikan apa yang
telah kita lakukan dan target apa yang gagal kita raih. Hasil evaluasi ini akan kita gunakan sebagai acuan
untuk merancang kegiatan di tahun 1431
H.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Nabi saw. pernah mengingatkan umatnya untuk selalu
mengevaluasi diri dan memperbaiki amal, sehingga umat Islam menjadi umat yang unggul
dalam kualitas dan tinggi dalam produktifitas. Nabi saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرٌمِنْ أَمْسِهِ
فَهُوَ رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ سَوَاؤٌ مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ خَاسِرٌ وَمَنْ
كَانَ يَوْمُهُ شَرٌّ مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
“barang siapa yang hari ini
lebih baik dari hari kemarin maka ia telah beruntung; dan barang siapa yang
hari ini sama dengan hari kemarin maka ia telah merugi; dan barang siapa yang
hari ini lebih jelek dari hari kemarin maka ia dilaknat”.
Hadist ini
menjadi landasan seorang muslim dalam bekerja, Islam mengajarkan umatnya untuk
bekerja dengan baik dan menjaga kualitas hasil; maka apa yang terjadi hari ini
pada umat Islam berlawanan dengan ajaran agamanya. Umat Islam hari ini terkesan sebagai pekerja yang
malas, tidak disiplin, dan mudah mengeluh. Gambaran-gambaran negatif ini bisa
kita simpulkan dalam satu ungkapan “mereka orang yang tidak amanah” padahal
Islam mengajarkan amanah dengan jelas dan tegas. Allah berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“sungguh, Allah
menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (QS. An-Nisa’:
58)
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah.
Amanah
sebagaimana yang dijelaskan oleh As-Syaikh Anas Ismail dalam bukunya “dalilus
sailiin” adalah segala sesuatu yang di percayakan kepada seseorang, berupa
perintah maupun larangan, dalam masalah duniawi maupun agama. Menjaga amanah merupakan bagian dari sifat mendasar
dalam diri seorang muslim, yang muncul dari aqidah dan keyakinannya. Sikap
amanah menunjukkan akan ketulusan dan kemuliaan tujuan seseorang.
Dengan demikian, amanah merupakan sikap tanggung
jawab dalam bekerja, yang sayangnya saat ini dilalaikan oleh sebagian
besar umat Islam. Padahal kebalikan dari sifat amanah adalah sifat khianat,
yang merupakan salah satu sifat orang munafik, hal ini sebagaimana dijelaskan oleh
Rasulullah saw.
آيَةُ اْلمُنَافِقِ ثَلَاثَةٌ, إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ وَ إِذَا عَهَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“tanda-tanda orang munafiq ada tiga: apabila
berbicara dia berdusta, dan apabila berjanji dia menginkari, dan apabila diberi
amanat dia berkhianat”.
(HR Bukhari dan Muslim)
Kebanyakan umat Islam hari ini terjangkit penyakit
nifak. Mereka melakukan korupsi waktu dengan datang terlambat atau pulang lebih
awal dari jadwal yang ditentukan, mereka juga melakukan korupsi uang dengan
menggunakan uang rakyat atau uang bersama untuk kepentingan pribadi, atau
mereka menunaikan tugas tidak sepenuh hati sehingga hasil pekerjaan mereka
tidak bisa optimal. Inilah penyakit yang menjadikan umat Islam mundur dan belum
bisa bangkit seperti masa sebelumnya.
Mari kita lihat satu kisah, bagaimana seorang
muslim pada generasi awal menjaga amanah. Abdullah bin Dinar menceritakan,
bahwa dia pernah bersama dengan Khalifah Umar bin Khattab dalam sebuah
perjalanan ke Mekah. Di
tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang budak penggembala kambing. Umar
ra. lalu berkata kepada penggembala itu “juallah satu kambingmu kepadaku”. Pengembala
kambing itu menjawab “tetapi aku hanya seorang pengembala”. Umar lalu membujuk
dalam rangka menguji kejujuran si penggembala itu dengan berkata “tetapi tuanmu
tidak akan tahu”. Si penggembala menjawab
dengan tegas “lalu dimanakah Allah menurutmu, sehingga Ia tidak akan
menyaksikan kita?”. Mendengar jawaban itu, Umar bin Khattab menangis dan mendatangi
tuan pemilik si penggembala. lalu membeli dan memerdekakannya dari perbudakan. Beliau ra. berkata “satu kalimat itu telah
menyelamatkanmu di dunia dan di akhirat”
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia. Ia adalah umat dan negara
yang pernah memimpin dunia selama 9 abad; ketika itu seluruh aspek kehidupan di
kuasai dan dipimpin oleh umat Islam, mulai dari bidang ekonomi, teknologi,
militer, berbagai bidang sains, serta politik. Dan merupakan tradisi peradaban dunia
bahwa negara super power di suatu era, memiliki masyarakat yang bermental kuat,
disiplin dan memiliki etos kerja yang tinggi. Sikap mental inilah yang
terangkum dalam kata “amanah”
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Ada beberapa hal yang hendaknya kita lakukan untuk
merubah sikap mental umat Islam hari ini:
Pertama, memahamkan dienul Islam dengan benar.
Tanpa bermaksud mengunggulkan orang barat yang nota bene mayoritas non muslim, namun
kenyataan bahwa mereka lebih disiplin dan terpercaya dalam bekerja dari pada sebagian
umat Islam
hari ini, merupakan hal yang
harus kita akui. Mereka adalah orang-orang non muslim yang justru menerapkan
ajaran-ajaran Islam dalam hal kedisiplinan dan tanggung jawab dalam kehidupan
mereka, padahal landasan mereka dalam bekerja semata mengejar kenikmatan
duniawi yang sementara. Untuk itu, apabila umat memahami ajaran Islam dengan
benar, pastilah mereka akan mampu melampaui capaian orang barat hari ini. Sekarang
mari kita menengok kebelakang; dari segi militer dulu kita sangat kuat. Lihat! berapa
jumlah pasukan muslim ketika menguasai Persia, Romawi dan Mesir?! Jumlah mereka
tidaklah sebanding dengan jumlah kekuatan musuh, tetapi kualitas mereka tidak
diragukan, satu orang tentara muslim sebanding 20 pasukan musuh. Keyakinan dan
pemahaman mereka terhadap agama ini yang mengangkat semangat, perasaan mulia, kedisplinan,
dan kekuatan mereka. Maka salah satu jalan keluar untuk membangkitkan umat ini
dari berbagai keterpurukannya adalah memupuk kembali pemahaman dan
keyakinan mereka, sehingga mereka memiliki kemuliaan dan tidak minder
menghadapi tantangan-tantangan zaman ini.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Kedua, pelatihan kedisiplinan dalam mengamalkan
ajaran agama Islam. Dalam menerapkan ajaran Islam, seseorang membutuhkan pelatihan.
Pelatihan ini bertujuan untuk ’”memaksa diri” menjalankan tuntunan agama dan
menahan diri dari berbuat durhaka atau melanggar ajaran agama. Sebagaimana kita
mengetahui bahwa dalam diri setiap manusia terdapat potensi kebaikan dan
keburukan yang berbeda satu sama lain. Ada seorang muslim yang kuat dalam berinfak
tetapi lemah dalam membaca Al-Qur’an, ada orang yang suka menolong tapi lemah
dalam kedisiplinan. Mengetahui kelemahan diri dan berusaha memperbaikinya, inilah
yang dimaksud sebagai pelatihan. Pelatihan semacam ini yang akan menjadikan
seseorang menjadi pribadi muslim yang tangguh. Lihat apa yang dilakukan Rasulullah
saw. ketika para sahabat dari golongan yang lemah bertanya mengenai kapan
datangnya pertolongan Allah sementara mereka telah merasa berat dalam menerima
siksaan orang-orang kafir. Kemudian Rasulullah menceritakan apa yang telah
terjadi terhadap orang-orang sebelum mereka. ”Di antara mereka –kata
Rasulullah- ada yang disiksa dengan digergaji, atau disikat dengan sisir dari
besi; tetapi mereka tetap sabar, sedangkan kalian bersikap terburu-buru”. Jadi
pelatihan diri tidak hanya dalam melakukan sesuatu tetapi juga dalam menahan
diri dari mengeluh terhadap cobaan.
Sedangkan yang ketiga adalah keutuhan dalam
memahami aturan-aturan agama. Yang dimaksud dengan utuh adalah proporsional,
seimbang sekaligus menyeluruh dalam memahami Islam. Dalam melaksanakan tuntunan
agama misalnya, hendaknya kita melakukan sesuatu sesuai dengan kebaikan, baik
dari segi agama maupun dunia sekaligus. Contohnya, Nabi saw. memerintahkan kita
untuk tidur terlebih dahulu sebelum melaksanakan shalat manakala kita merasa
sangat mengantuk; sebagaimana beliau
juga memerintahkan untuk buang hajat dahulu manakala kita merasa ingin buang
hajat, bersamaan dengan itu kita mendengar panggilan shalat. Memahami Islam
secara utuh, membuat seorang muslim bisa melakukan sesuatu menurut skala
prioritas yang benar, tidak menimbulkan kerusakan, dan membuat kita paham bahwa
Islam adalah agama yang mudah.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Inilah tiga hal di antara yang bisa kita lakukan
untuk memperbaiki mentalitas umat hari ini, meskipun khatib tidak bermaksud membatasi
pada tiga cara ini saja. Semoga umat
Islam dapat kembali bangkit meraih kejayaannya, kembali memahami tujuan hidup
mereka yaitu menghambakan diri kepada Allah semata, bukannya menghambakan diri kepada hamba yang lain.
Karena dengan cara pandang seperti inilah, kita umat Islam tidak akan merasa
minder atau berkecil hati melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh umat yang
lain.
بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ
اْلكَرِيْمِ وَ نَفَعَنَابِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ اْلحَكِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
Segala puji
bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad saw. Untuk kesekian kalinya saya wasiatkan kepada diri saya
dan jamaah shalat jum’at untuk membekali kehidupan kita dengan takwa.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Pada khutbah
yang kedua ini, khotib menegaskan kembali bahwa penyebab kemunduran umat Islam terutama
karena lemahnya mental dan moral kita, kita bukan lagi umat yang serius memegang
amanah yang dipercayakan kepada kita, baik di bidang profesi, pendidikan,
keuangan, bahkan masalah agama yang kita yakini sebagai jalan dan pedoman
hidup. Untuk itu, khotib mengajak diri sendiri dan jamaah semua untuk kembali
mengisi jiwa kita dengan nilai-nilai keislaman sehingga kita bisa menjadi orang
yang menjaga amanah dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita, dan akhirnya
umat Islam kembali jaya, sebagai rahmat bagi alam semesta.
Mari kita tutup khutbah ini
dengan merendahkan hati berdo’a kepada Allah.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ اَلَّلهُمَّ اَرِنَا
اْلحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا اْلبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا
اجْتِنَابَهُ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَهً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَهً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar