Selamat datang di blog membangun peradaban. silahkan tulis kritik dan saran

Pages

Minggu, 08 April 2012

KARTOSUWIRJO dan NII


KARTOSUWIRJO dan NII 
Oleh Warsito, S.Pd, M.P.I
A.    Latar Belakang
Perjuangan umat Islam untuk menegakkan agama dan hukum islam dalam tataran undang-undang sudah berlangsung bertahun-tahun. Perkembangan Islam di Indonesia tidak terlepas dari para ulama’ zaman dahulu atau sering disebut ‘wali’. Perjuangan mereka dalam mendakwahkan Islam tampak dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam zaman dahulu. Di pulau Sumatra terdapat kerajaan Samudra Pasai, di Sulawesi berdiri kerajaan Gua, di Kalimantan berdiri kerajaan Banjar dan di Jawa berdiri kerajaan Mataram, demak, dan pajang. Kerajaan-kerajaan ini secara undang-undang banyak mengadapsi hukum-hukum Islam meskipun belum seratus persen. Pada zaman kerajaan-kerajaan Islam, ajaran islam memberi pengaruh kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini bisa dilihat penggunaan bahasa yang banyak mengambil kota kata Arab yang kemudian di alih fungsikan menjadi bahasa Indonesia. Seperti nama hari, perabutan rumah (kursiyun) , istilah pemerintahan (rakyat, musyawarah, adil dll).
Ketika belanda datang ke Indonesia dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi, para raja kerajaan Islam melakukan perlawanan. Hal ini bisa di lihat nama-nama pahlawan yang di kenang oleh rakyat Indonesia, sebagai contoh Sultan Hasanuddin, Diponegoro, Imam Bonjol, Cut nya Dien dll. Perlawanan yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin umat Islam menunjukkan ketidak relaan mereka di pimpin  pemerintah kafir atau ketidak relaan mereka dengan system yang berkembang saat itu. Demikianlah perjuangan umat Islam sampai Indonesia mendapatkan kemerdekaannya.
Setelah Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945 dan di proklamirkan oleh presiden yang pertama ir. Soekarno perjuangan umat Islam tidak berhenti. Mereka menuntut kepada pemerintah supaya diberlakukan hukum Islam untuk mengatur mereka. Perjuangan umat Islam sempat menemukan titik terang ketika tim pembuat undang-undang memasukkan syari’at Islam sebagai undang-undang positif. Tetapi dalam perjalanannya undang-undang ini tidak berjalan.
Salah satu kelompok umat Islam yang melakukan perlawanan dan menuntut penegakkan syari’at islam adalah NII (Negara Islam Indonesia) yang di pimpin Kartosuwiryo. Pergerakan ini mendeklarasikan berdirinya Negara Islam di Jawa Barat. Dalam perjalannya, kelompok ini bisa dikalahkan oleh pemerintah. Bagaimana, kapan, dan dimana NII bergerak akan dibahas pada makalah ini.
B.     Batasan masalah
Permasalahan pergerakkan NII sangat luas dan tidak mungkin di bahas semua dalam makalah ini. Untuk itu, penulis membatasi pembahasan pada
1.      Riwayat hidup Kartosuwirjo
2.      Hal-hal yang membentuk pemikiran Kartosuwirjo
3.      Model gerakan Kartosuwirjo
4.      Berdiri dan perkembangan NII
C.    Sejarah Kehidupan dan Pergerakan Kartosuwirjo
1.      Riwayat Hidup dan Pendidikan Kartosuwirjo
Kartosuwirjo lahir pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Bojonegara dan Blora. Kartosuwirjo memiliki nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo. Ayahnya bernama Kartosuwirjo, seorang mantri yang mengkoordinasi para pedagang candu di Pamotan dekat Rembang pada pemerintah kolonial Belanda. Pada zaman itu, seorang mantri memiliki kedudukan yang sejajar dengan sekretaris distrik. Sebagai seorang pribumi, jabatan mantri adalah jabatan yang tinggi sehingga memiliki pengaruh kuat di masyarakat.[1]
Pada tahun 1911, Kartosuwirjo masuk sekoah rakyat di Pamotan. Sekolah yang di sediakan Belanda untuk pribumi. Ketika menginjak kelas 4, Kartosuwirjo pindah sekolah ke HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Rembang. 1919 ketika orang tuanya pindah ke Bojonegara dia juga pindah ke ELS (Europesche legere school). Karena level ELS lebih tinggi daripada HIS maka ketika dia masuk ELS dia harus turun 1 level.
Dalam perjalanan hidup Kartosuwirjo di Bojonegara merupakan langkah awal yang mempengaruhi pola kehidupannya. Di Bojonegara, dia bertemu Notodiharjo, seorang tokoh agama yang mengajarinya nilai-nilai keagamaan modern. Notodiharjo merupakan tokoh penting dalam membentuk pemikiran keislaman Kartosuwirjo. Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS pada tahun 1923 dia pergi ke Surabaya dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School). Pada tahun keempat dia dikuarkan dari NIAS karena keterlibatannya dalam pergerakan politik. Kartosuwirjo di tuduh mengikuti gerakan komunis karena memiliki buku-buku komunis.[2]
2.      Kehidupan Politik Kartosuwirjo
Kehidupan pergerakan politik Kartosuwirjo dimulai pada tahun 1923. Pada tahun itu dia  bergabung dengan Jong Java. Kartosuwirjo aktif dalam kegiatan organisasi ini dan dia menjadi ketua organisasi wilayah Surabaya. Beberapa tokoh muslim yang berada dalam Jong Java keluar karena perbedaan arahan organisasi dengan kelompok nasionalis. Para tokoh muslim ini kemudian membentuk Jong Islamieten Bond. Dengan semangat keislamannya, Kartosuwirjo masuk Jong Islamieten Bond dan aktif di dalamnya dan menjadi ketua wilayah Surabaya. Kehidupan dalam JIB memberikan pengaruh yang besar dalam pemikiran Kartosuwirjo. Dalam JIB dia bertemu dengan Agus Salim dan Oemar Sa’id Tjokroaminoto. Tjokroaminoto seorang pemimpin PSI (Partai Serikat Islam) yang karismatik dan memiliki cita-cita membuat negara Islam yang memberi pengaruh pemikiran Kartosuwirjo.
Pada tahun 1927, Kartosuwirjo dikeluarkan dari NIAS dan JIB kemudian dia kembali ke Bojonegara dan menjadi guru untuk memberi nafkah ibunya yang ditinggal meninggal ayahnya pada 1925. Pada bulan september 1927, Kartosuwirjo kembali ke Surabaya dan dia menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. Pada tahun yang sama, Tjokroaminoto pindah ke Cimahi dekat Bandung. Perpindahan Tjokroaminoto ke Cimahi di temani Kartosuwirjo dan di Cimahi Kartosuwirjo bertemu dengan soekarno. Dalam pertemuan itu, Mereka berdua banyak mendiskusikan tentang politik, bahkan ketika Kartosuwirjo diinterogasi pada tahun1962, dia mengatakan bahwa dia adalah penasehat politik Soekarno pada masa itu.
Pada tahun 1929, Kartosuwirjo menjadi sekretaris umum partai serikat islam dan menjadi redaktur koran harian Fajdar Asia. Ketika menjadi redaktur, Kartosuwirjo memiliki kesempatan menulis artikel-artikel yang mengkritisi penjajahan. Pada tahun yang sama pada bulan Desember, dia menikah dengan dewi siti Kalsum putri Ajeng Andiwisastera di Malangbong. [3]
Partai Serikat Islam Indonesia tempat dimana Kartosuwirjo aktif dalam berpolitik didirikan oleh Haji Seman Budi pada tahun 1912 di Solo. Partai ini dibentuk untuk menampung para tokoh yang memiliki potensi untuk berjuang tanpa melihat background tokoh yang bergabung. Bahkan ketika partai ini di pimpin oleh Tjokroaminoto, kebijakan partai tidak berubah. Kebijakkan ini menjadi bumerang bagi partai karena terjadi perselihan di tubuh partai. Perpecahan partai ini terjadi pada tahun 1920, ketika sayap kiri partai yang dipimpin Samaun keluar dari partai dan membuat partai baru PKI (Partai Komunis Indonesia).[4]
Pada tahun 1934 Tjokroaminoto meninggal. Kartosuwirjo melanjutkan karya Tjokroaminoto bersama dengan Harsono Tjokroaminoto yang bersama Arab. Ketika menerjemahkan karya Tjokro, kedua orang ini meresa heran ketika mereka tidak menemukan tentang kedudukan PSII dalam gabaran yang ideal bagi umat Islam.
Kedudukan ketua partai PSII beralih kepada Abikusno dan Kartosuwirjo sebagai wakil ketua pada tahun 1936. Ketika kedua tokoh Islam ini berpasangan, mereka memberi corak pemikiran Islam pada PSII, tetapi pemikiran mereka berbenturan dengan tokoh PSII yang lain antara lain, Agus Salim dan M. Roem. Abikusno dan Kartosuwirjo dalam perjuangannya tidak setuju dengan kebijakkan koorperasi dengan pemerintah sedangkan Agus Salim dan M. Roem tetap mengharap arahan politik PSII tetap kooperasi dengan kolonial.
Abikusno dan Kartosuwirjo menyerukan kepada seluruh cabang partai untuk menggunakan politik hijrah atau non-kooperasi. Mereka berpendapat bahwa dalam memperjuangkan politik harus sesuai dengan ajaran Rasul bukan perjuangan versi barat. Mereka juga mengancam pengurus cabang bahwa mereka akan dipecat jika mengikuti pemikiran Agus Salim. Sedangkan Agus Salim dan M. Roem tetap menyerukan politik kooperasi supaya gerak mereka dalam bergerak lebih leluasa. Agus Salim dan M. Roem kemudian membentuk “Barisan Penyadaran PSII”.
Pada tahun 1939, Abikusno berpendapat perlunya bergabung dengan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tetapi Kartosuwirjo tetap berpendapat supaya PSII tetap pada haluannya yaitu politik hijrah yang tanpa kompromi. Karena sikapnya yang tidak berjalan sesuai dengan kehendak pemimpin maka Abikusno memecat Kartosuwirjo. Bersama dengan orang yang sealiran dengannya, Jusuf Taudjiri dan Kamran, Kartosuwirjo membentuk Komite Pembela Kebenaran PSII (KPK PSII).
Pada bulan Maret 1940, Kartosuwirjo tanpa bantuan dan persejuan PSII membuka lembaga pendidikan Kader “Suffah” di dekat Malangbong. Lembaga suffah tersebut dia bentuk dalam gaya sebuah pesantren tradisional, di mana siswanya tinggal dalam pondok. Dalam mendidik mereka, kartosuwirjo menggunakan metode Tjokroaminoto dimana dia menggabungkan pendidikan agama dan umum. Dari pendidikan  Suffah ini, kelak muncul pengikut yang akan memperjuangkan agama Islam.[5]
Pada tanggal 3 Maret 1942, Jepang masuk tanah air dan mengusir Belanda. Setelah Jepang terlibat dalam perang dunia ke-dua, untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Indonesia mereka melatih pemuda Indonesia untuk menjadi tentara profesional. Sebagian besar alumni perguruan suffah ikut pelatihan dan menjadi tentara Hizbullah.
3.      Kartosuwirjo da n NII
Umat Islam Indonesia sempat bersatu di bawah bendera Masyumi, di mana Kartosuwirjo menjadi sekretaris eksekutif. NU dan Muhammadiyah pun ikut bergabung di dalamnya. Tetapi ketika terjadi agresi pasukan kedua pasukan Belanda menjadi pemicu berdirinya NII.
Ketika belanda menyerang Indonesia, kemudian pemerintahan di Jakarta di pindahkan ke Yogyakarta. Setelah di tanda tangani perjanjian Renville antara pemerintah indonesia dengan Belanda. Dimana dalam perjanjian tersebut erisi antara lain genjatan senjata dan pengakuan garis demarkasi van Mook. Sementara pemerintahan RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka hal itu menjadi pil pahit bagi Republik. Semua daerah yang strategis di kuasai Belanda dan sesuai kesepakatan pasukan Republik harus menarik semua pasukan dari daerah kekuasaan Belanda.
Pasukan Siliwangi yang menjadi pasukan resmi Republik harus meninggalkan jawa Barat dan pergi menuju jawa Tengah. Soekarno menyebut perpindahan pasukannya sebagai “Hijrah” tetapi istilah ini ditolak oleh laskar Hisbullah dan Sabilillah. [6]
Pada tahun 1949 Indonesia mengalami perubahan politik besar-besaran. Pada saat itu, Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan pemerintahan, Kartosuwirjo mengundurkan diri dari kepengurusan Masyumi cabang Jawa Barat dan memproklamasikan tegaknya negara Islam. Dia satu-satu pemimpin politik yang tidak menarik diri ke Jogya tetapi tetap dimana dia berada. Dia memimpin pengikutnya dan menentang perjanjian dengan Belanda. Kuatnya pendirian Kartosuwirjo, diikuti oleh para ulama sehingga pengikutnya menjadi banyak. 
Ulama-ulama dan para pejuang yang lain ikut bergabung dan pergi ke Gunung Cupu untuk mencari perlindungan. Karena selain mereka di kejar oleh pasukan belanda mereka juga di musuhi oleh komunis. Setelah terbentuknya negara Islam Indonesia, di negara ini terjadi perang segi yaitu Pemerintah Republik, NII, dan Belanda.[7]
Pada 13 Juli 1949, Belanda menarik pasukan dari Indonesia setelah menghadapi perang gerilya rakyat Indonesia, baik TNI maupun TII. Setelah itu, kabinet mengadakan sidangnya yang pertama setelah berakhirnya perang kemerdekaan. Setelah sidang kabinet pertama Republik indonesia pada bulan Juli, M. Hatta menulis surat kepada Kartosuwirjo supaya dia mau menghentiksn peperangan dengan pasukan Republik. Tetapi surat itu diabaikan oleh Kartosuwirjo.
M. Hatta meminta M. Natsir untuk menulis surat kepada Karosuwirjo dan membujuknya supaya menghentikan peperangan. Tetapi surat itu datang 3 hari setelah Kartosuwirjo mendeklarasikan NII pada tanggal 7 Agustus 1949. Sebelum deklarasi ini, sebenarnya NII sudah tegak dan memiliki wilayah di Jawa Barat, tetapi Kartosuwirjo perlu sebuah pengakuan dari negara lain maka dia mendeklarasikan secara resmi NII. Hal ini dilakukan oleh Kartosuwirjo dengan anggapan bahwa perginya M. Hatta ke Den Haag sebagai situasi Vakum kekuasaan.[8]
4.  Berakhirnya Negara Islam Indonesia
Pergelokan peperangan antara pemerintah Indonesia dengan para pejuang yang dulu melawan Belanda terjadi tidak hanya di Jawa Barat tetapi juga terjdi di Sulawesi dan Sumatra.[9] Untuk mengatasi gejolak perang saudara ini, TNI megubah strategi perangnya dengan cara melibatkan rakyat. Bantuan kepada rakyat di daerah konflik disalurkan dengan harapan rakyat tidak mendukung para pejuang itu.
Strategi perang ini juga diterapkan untuk mengalahkan Kartosuwirjo. Tidak hanya mendekati penduduk dengan bantuan, pemerintah juga menjanjikan amnesti dan pekerjaan kepada seluruh anggota DI yang menyerah. Program ini begitu efektif dengan menyerahnya anggota DI. Ketika posisi tentara DI yang terjepit tidak membuat Kartosuwirjo menyerah. Dia tetap melanjutkan peperangan. Pada tanggal 4 Juni 1962 Kartosuwirjo tertangkap di wilayah antara gunung Sungkar dan gunung Geber. Pada tanggal 7 Agustus 1962 kartosuwirjo dipindahkan dari Bandung ke Jakarta.[10]
5.      NII Setelah Kartosuwirjo
Tertangkapnya Kartosuwirjo tidak menghilangkan cita-cita berdirinya Negara Islam Indonesia. Kelompok-kelompok kecil yang menamakan diri sebagai penerus NII Kartosuwirjo bermunculan. Keadaan ini sangat rentang akan penyusupan intelijen yang melakukan tindakan yang tidak Islami sehingga mencoreng sejarah emas NII.[11]
Tindakan penyelundupan ke tubuh NII yang masih bertahan saat ini adalah NII KW IX. Hal ini berawal pada tahun 1986. Ketika pihak intelijen memasukkan Prawoto alias Abu Toto Ke NII.[12] Dengan fasilitas pemerintah yang diberikan kepada Abu Toto akhirnya dia mampu mendirikan pondok pesantren yang megah “Al-Zaytun” di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Tidak hanya megah, pesantren ini juga terbesar dan termegah di Asia Tenggara.[13] 

D. Kesimpulan
 a. Yang mempengaruhi pengaruh
1.      Notodihardjo
2.      Oemar Said Tjokroaminoto
3.      Marko Kartodikromo
4.      Bekerja dalam koran Harian Fadjar Asia 
b. Kartosuwirjo seorang pejuang
c. Negara Islam Indonesia Syah sebagai sebuah negara karena memiliki syarat-syarat sebagai sebuah negara. (wilayah, ratyat, hukum, pemerintahan) tetapi bisa dikalahkan pasukan Rebuplik Indonesia.





















Daftar Pustaka
Sabili Edisi Khusu. Sejarah Emas Muslim Indonesia. 2003
Umar Abduh. 1422 h. Pesantren Al-Zaytun Sesat? Darul Falah. Jakara Timur
Holk H. Dengel. 1995. Darul Islam dan Kartosuwirjo. Jakarta. Sinar Harapan
An-Najah Edisi Khusus. Jejak-jejak Jihad para Mujahidin. solo

   



[1] Tim majalah An-Najah edisi khusus. 2008. Solo. Hal 24
[2] Holk H. Dengel. 1995. Darul Islam dan Kartosuwirjo. Jakarta. Sinar Harapan. Hal 7-10
[3] Ibid 11
[4] Ibid. h 16
[5] Ibid. h 16-26
[6] Tim majalah An-Najah edisi khusus. 2008. Solo. Hal 227
[7] Holk H. Dengel. 1995. Darul Islam dan Kartosuwirjo. Jakarta. Sinar Harapan. Hal 90
[8] Ibid. h. 93
[9] Letjen. TNI (Pur) Z.A. Maulani. Rahim yang Melahirkan TNI. Sabili Edisi Khusus. 2003. Hal. 63
[10] Ibid. h. 194
[11] Umar Abduh. 1422 h. Pesantren Al-Zaytun Sesat? Darul Falah. Jakara Timur. Hal 187
[12] Ibid. h. 189
[13] Ibid. h. 1

1 komentar:

Pendidikan Tinggi Bahasa Arab

Kegiatan Dakwah Masjid Zakaria

Info UMS