Oleh. Warsito, S.Pd, M.P.I
A.
Pendahuluan
Umat Islam sebagai penduduk mayoritas negara Indonesia memiliki
peran dan potensi yang besar dalam mentukan arah perjalanan negara ini. Peran
umat Islam begitu besar dalam pembelaan kepada negara, hal ini bisa dibuktikan
dalam usaha mereka memperjuangkan negara ini. Darah pahlawan umat Islam untuk
mencapai kemerdekaan begitu banyak, mulai perjuangan imam Bonjol, pangeran
Diponegara, Hasanuddin sampai masa Jenderal Sudirman.
Setelah negara ini terbebas dari penjajahan, peran umat ini begitu
besar dalam pembangunan negara. Jumlah umat Islam yang mayoritas merupakan
potensi yang besar dalam membangun ekonomi, politik dan keamanan. Dalam bidang
ekonomi mereka merupakan konsumen yang besar serta pembayar pajak yang aktif.
Dalam bidang keamanan, umat Islam menjaga keharmonisan pemeluk agama lain di
negara ini. Mereka menghormati pmeluk agama lain untuk menjalankan ajaran agama
mereka. Dalam bidang politik, mereka memiliki hak suara untuk menentukan
pengambil kebijakkan di negara ini. Begitu besar potensi umat ini dalam
mengarahkan perkembangan negara menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas
mengingat negara ini masih dalam multi krisis.
Hal-hal di atas yang menjadi latar belakang penulis menulis tema
tentang Islam dan Demokrasi. Prinsip Islam yang menjadi rahmat dan agama yang
solutif dan demokrasi yang memberi kebebasan dalam menampung pendapat menjadi
sarana yang tepat untuk mengangkat negara ini sedrajat dengan negara-negara
lain. Kemudian apa peran umat Islam sebagai penduduk mayoritas akan di bahas
pada tulisan ini.
B.
Pengertian Islam dan Demokrasi
Penegrtian Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan
cara menjalankan syari’at-Nya sejak Allah mengutus para rasul sampai hari
kiamat.[1]
Beberapa ayat menjelaskan bahwa agama para nabi yang terdahulu juga Islam. Hal
ini sebagaimana firman Allah
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ
لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ (128) }
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang
yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat
yang tunduk patuh kepada Engkau …..” [2]
Al-Baqarah 128
Pengertian Islam secara khusus setelah diutusnya Nabi Muhammad SWA
adalah sebatas ajaran yang yang dibawa nabi Muhammad SAW, karena apa yang
dibawa Nabi SAW menghapus seluruh ajaran para Nabi sebelumnya, maka orang yang
mengikuti Nabi SAW disebut muslim dan orang yang menyelisihinya disebut kafir.
Para pengikut nabi-nabi terdahulu adalah muslimin di zaman nabi mereka. Orang
yahudi Muslim di zaman Nabi Musa AS dan nashara adalah muslim di zaman Nabi
‘Isa AS.[3]
Agama Islam merupakan satu-satunya agama yang resmi dihadapan
Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلام
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam”[4]
Ali Imran 19
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ
فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85) }
“Barang
siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi”.[5]
Ali Imran 85
Pengertian Demokrasi, Demokrasi merupakan salah satu tatanan Negara
yang di anggap paling tepat diterapkan untuk setiap Negara saat ini. Istilah Demokrasi
berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata: demos (rakyat)
dan kratos (kuasa). Jadi demokrasi adalah sebuah sistem masyarakat di
mana rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan.
Dalam demokrasi tidak ada aturan yang baku atau abadi, aturan masyarakat
berkembang sesuai dengan perkembangan keinginan/pola pikir mayoritas rakyat. Sebagai contoh adalah perubahan tentang hukum homoseksual di
Barat, dimana yang sebelumnya dilarang kemudian dibolehkan.[6]
Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara Islam dan Demokrasi.
Islam sebagai agama wahyu menetapkan bahwa kebenaran adalah apa yang benar
menurut wahyu meskipun mayoritas orang menolak sedangkan kebenaran menurut
Demokrasi adalah suara mayoritas meskipun bertentangan dengan wahyu. Tetapi
dalam konteks negara indonesia yang menganut paham demokrasi, sistem ini
merupakan keniscayaan yang harus dihadapi umat Islam. Ada beberapa celah dalam
sistem demokrasi yang bisa dimanfaatkan umat Islam antara lain kesempatan
memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam undang-undang, adanya kebebasan untuk
mendakwahkan Islam, dan adanya kesempatan untuk menguasai legislatif dan
esekutif. Maka inilah hal yang bisa dimanfaatkan umat Islam untuk berjuang
mendapatkan hak sebagai hamba Allah dan sebagai warga negara.
C.
Sejarah Tentang Hubungan Islam dengan Orde Baru
Hubungan antara Islam dengan penguasa Orde Baru tidaklah bergaris
linear. Hubungan yang dikembangkan sering memojokkan umat Islam. Secara garis
besar, hubungan itu dapat digambarkan ebagai berikut.
1.
Pertama,
fase marjinalisasi (1968-1985). Dalam fase ini, keberadaan umat Islam sungguh
sengsara. Umat Islam di anggap pembangkang dan semua gerakan mereka dicurigai.
Berbagai monuver politik dan operasi intelijen dipakai untuk menghilangkan
gerakan Islam, antara isu Komando Jihad, Golongan anti Pancasila, dan gerakan
Negara Islam Indonesia (NII). Ketika itu, Islam secara politik berada di tempat
marjinal.
2.
Kedua,
fase understanding (1986-1989). Hal ini ditandai oleh proses interaksi dan
dialog antara kekuatan Islam (politik) dan pemerintah. Secara politik, kaum
muslim terpelajar dan mempunyai komitmen keislaman, sudah mulai mengisi middle
dan upper structure pemerintah. Simbol-simbol Islam mulai diperlihatkan,
meskipun masih sebatas ritual-formalistik.
3.
Ketika,
fase akomodasionis (1989-1998). Ditandai dengan berdirinya (ICMI) Ikatan
Cendikiawan Muslim se-Indonesia dan mulai masuknya figur-figur muslim kedalam
proses politik, dan sedikit banyak mempengaruhi policy pemerintah.[7]
Menurut Aidul Fitri dosen pasca sarjana UMS, proses akomodasi ini
berjalan setelah presiden Soeharto memindahkan dukungan dari
sekuler-kristen-militer nasionalis kepada umat Islam dan partai Golkar.
Pemindahan dukungan disebabkan perubahan politik global dan nasional. Di
tingkat nasional, presiden Soeharto mengetahui skenario Amerika yang menyiapkan
jenderal Benny Moedani yang beragama Katolik menjadi presiden setelah Soeharto.
Hal ini yang menyebabkan Soeharto mengalihkan dukungan kepada umat Islam dalam
bentuk, pembentukan ICMI, pengangkatan jenderal Faisal Tanjung yang berbasis
pesantren sebagai Pangab, disetujuinya UU peradilan agama, dibukanya bank
syari’ah, komplikasi hukum Islam, dll.[8]
D.
Islam Sebagai Kekuatan Demokrasi
Secara teoritis, prinsip demokrasi yang memenangkan suara terbanyak
menguntungkan umat Islam. Jumlah umat Islam terbesar di Indonesia yang membuat
Islam menjadi kekuatan utama dalam proses demokratisasi di Indonesia, sehingga
Indonesia menjadi negara demokrasi muslim terbesar di dunia dan negara
demokrasi ketiga terbesar di dunia
setelah India dan AS. Pemilu tahun 1999 menjadi ujian bagi umat Islam
dalam menentukan pilihan mereka, pada pemilu itu suara umat Islam terpecah
belah. Dari 48 partai peserta pemilu 20 diantaranya partai Islam atau berbasis
Islam. Sehingga partai-partai Islam mendapat sedikit-sedikit dan pemilu
dimenangkan oleh PDIP. P.[9]
Kekalahan ini menjadi bahan evaluasi para elit politik partai Islam
untuk menentukan langkah mereka di MPR dan DPR. Persatuan para elit politik
partai Islam nampak terbangun dengan dibentuknya poros tengah sehingga bisa
memenangkan Gusdur dalam pemilihan di parlemen.[10]
Tetapi dalam perjalannya, persatuan itu runtuh hal ini bisa dilihat dengan
lengsernya Gudur dari kursi presiden dan naiknya Mega menjadi presiden yang
ke-lima. Maka jumlah yang besar tidak berarti tanpa adanya persatuan para elit
politik dan kesadaran arus bawah.
E.
Demokrasi Pasca Orde Baru dan Kebangkitan Politik Islam
Pada tanggal 20 januari 1968, elit politik Islam mendirikan Parmusi
dengan lambang bulan dan bintang sebagai wahana untuk menghidupkan kembali
Masyumi. Hal ini karena pada awal pemerintahannya, orde baru menampakan sikap
welcome kepada partai politik sebagai kebalikan dari rezim sebelumnya. Tetapi
harapan itu sirna ketika angkatan darat
mengadakan seminar di Bandung dan memutuskan untuk mengutamakan
pembangunan ekonomi model otoritarian. Sejak saat itu militer berkepentingan
memperoleh basis massa melalui partai politik guna melegitimasi rezim yang
mereka bangun.[11]
Sejak saat itu pemerintah menempatkan Islam sebagai ancaman dan melancarkan
berbagai skenario supaya Islam tidak berkembang. Dan baru pada tahun 1990an
Islam mendapat kelonggaran untuk bangkit.
Kebangkitan politik Islam pasca orde baru tidak terlepas pada masa
akomosasi Soeharto terhadap hak-hak umat Islam. Peristiwa yang besar dalam
proses kebangkitan ini adalah berdirinya ICMI di Malang Jawa Timur pada 7
Desember 1990. ICMI mengklaim memiliki 40.000 anggota yang terebar di dalam
negeri dan luar negeri. Selain memiliki jumlah yang besar, berdirinya ICMI
didukung elit politik yang berkuasa di Indonesia. Mulai dari Presiden, wakil
Presiden, menteri, anggota parlemen dan elit birokarsi. Hal ini sangat
menggemparkan, karena pada tahun 70an sampai 80an umat Islam belum mendapat
posisi di pemerintahan tetapi pada tahun 90an mereka mulai menempati
posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.[12]
Demokrasi pasca orde baru cukup terbuka bagi setiap kalangan warga
negara. Momentum untuk membuat partai baru terbuka lebar ketika presiden
Habibie memutuskan meninggalkan sistem “tri-partai” (Golkar, PPP, PDI), yang
secara paksa diterapkan Soeharto selama hampir tiga dasawarsa. Pada saat itulah
munculah partai-partai baru termasuk partai berbasis sistem atau mayarakat
Islam. Hal ini diperkuat oleh pencabutan UU keormasan tahun 1985 tentang asas
tunggal Pancasila. Perkembangan dan perubahan sosial politik bangsa Indonesia
sangat mencolok, hal ini terlihat dari pendaftaran partai di departemen
Kehakiman yang mencapai 141 partai. Dari jumlah itu, partai Islam berjumlah 40.
Setelah masa penyeleksian, jumlah itu berkurang menjadi 48 partai yang
didalamnya terdapat 20 partai Islam.[13]
Jumlah partai Islam yang banyak itu menunjukkan keseriusan umat
Islam untuk memenangkan agama Islam sedangkan sisi negatifnya adalah perpecahan
umat. Meskipun PDI.P menang dalam pemilu, para elit Islam masih menunjukkan
kemampuan mereka dengan memenangkan Gusdur pada pemilihan presiden di parlemen.
Hal ini menunjukkan kekuatan politik Islam sangat berpengaruh dalam perjalanan
pemerintahan.
F.
Kemenangan Partai Islam
Sistem demokrasi di Indonesia pasca reformasi, sebenarnya
memberikan kesempatan partai Islam untuk menang. Tetapi secara realitas
perolehan partai Islam jauh di bawah partai-partai nasionalis. Tren penurunan
suara parpol Islam juga menjadi persoalan internal partai, bahkan PBB
dipastikan tidak ikut dalam pemilu 2014 setelah tidak mencapai batas minimal.
Jumlah parpol Islam yang begitu banyak juga menjadi permasalahan umat Islam
untuk mencapai kemenangan. Sebagai contoh, PKB Partai Kebangkitan Bangsa yang memiliki
basis warga nahdiyin pada pemilu 1998 harus bersaing dengan saudara mereka
partai SUNI Solidaritas Umat Nasional Indonesia pimpinan KH Abu Hasan; PNU
partai Nahdatul Ummah pimpinan KH Syukron Makmun; dan PKU Partai Kebangkitan
Ummat pimpinan KH Yusuf Hasyim, untuk mendapatkan suara dari anggota berjumlah
40 juta.[14]
Bahkan sekarang dalam tubuh PKB pecah menjadi dua, PKB kubu Muhaimin dan PKB
kubu Yenny.
Sikap masyarakat yang lebih memilih partai nasionalis dari partai
Islam dan jumlah partai Islam yang banyak serta perpecahan yang terjadi di
tubuh partai berbasis massa Islam merupakan indikasi bahwa secara demokrasi
partai Islam tidak bisa atau belum bisa memenangkan pemilu di Indonesia.
G.
Akomodasi Syari’ah
Meskipun partai Islam tidak bisa menang dalam pemilu, tetapi
pertumbuhan jumlah UU berbasis syari’ah dan perda-perda syari’ah tumbuh bagus.
Hal ini bisa dilihat pada UU perbankan berbasis Syari’ah, dijalankannya
syari’at Islam di Aceh, perda syari’ah di Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT dan
lain-lain menunjukkan kebangkitan Islam yang bagus. Maka kemungkinan kembali
kepada 7 kata piagam Jakarta sangat terbuka dengan melihat indikasi-indikasi di
atas.[15]
H.
Penutup
Demokrasi memberikan ruang kepada umat Islam memperjuangkan
dimasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam UU positif di Indonesia. Tetapi hal ini
tidak diikuti tren akan menangnya partai-partai Islam.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahan. Wakaf Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Su’ud.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an. 1971
Aidul Fitriciada Azhari. Materi Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Indonesia Magister UMS. Bulan Desember 2010
Muhammad A.S. Hikam. 2000. Islam, Demokratisasi &
Pemberdayaan Civil Society. Erlangga. Jakarta
M. Abdul Karim. Dkk. 2007. Wacana Politik Islam Kontemporer.
Suka Press. Yogyakarta.
Daud Rasyid. 2001. Islam & Reformasi. Usamah Press.
Jakarta.
A.M. Fatwa. 2000. Satu Islam Multiparti. Mizan. Bandung. Cet
perama.
Adian Husaini. 2005. Wajah Peradaban Barat. Gema Insani.
Jakarta.
Muhammad Shalih bin Utsaimin. 1997. Sarkhu Tsalatsatul Usul.
Daru al-Tsariya. Saudi Arabiya. Cet ke-3.
[1]
Muhammad Shalih bin Utsaimin. Sarkhu Tsalatsatul Usul. 1997. Daru al-Tsariya.
Saudi Arabiya. Cet ke-3. Hal 20
[2]
Al-Qur’an dan Terjemahan. Wakaf Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Su’ud. Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an. 1971. Hal 33
[3]
Muhammad Shalih bin Utsaimin. Hal 21
[4]
Al-Qur’an dan Terjemahan. Hal 78
[5]
Ibid. hal 90
[6]
Adian Husaini. Wajah Peradaban Barat. 2005. Gema Insani. Jakarta. Hal 5
[7]
A.M. Fatwa. Satu Islam Multiparti. 2000. Mizan. Bandung. Cet perama. Hal 38
[8]
Aidul Fitriciada Azhari. Materi Kuliah Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Bulan
Desember 2010
[9]
Azyumardi Azra dalam sambutan buku A.M. Fatwa. Hal 13
[10] Daud
Rasyid. 2001. Islam & Reformasi. Usamah Press. Jakarta. Hal. 111
[11]
M. Abdul Karim. Dkk. 2007. Wacana Politik Islam Kontemporer. Suka Press.
Yogyakarta. Hal 25-26
[12]
Muhammad A.S. Hikam. 2000. Islam, Demokratisasi & Pemberdayaan Civil
Society. Erlangga. Jakarta. Hal 59
[13]
Azyumardi Azra dalam sambutan buku A.M. Fatwa. Hal 12
[14]
M. Abdul Karim. Dkk. Hal 84
[15]
Aidul Fitriciada Azhari. Materi Kuliah Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Magister UMS. Bulan Desember 2010
Tapi Demokrasi bukan sebuah solusi untuk meningkatkan kebaikan yg ada di Indonesia ini khususnya dan dunia umumnya. Blm ada sejarahnya bilamana partai islam yg menang dia di ridloi oleh AS, sbg contoh Kemenangan Partai FIS (Mesir), Hamas (Palestina). Yg ada mrk diboikot oleh barat pdhl scr de Vacto mrk menang lwt demokrasi. Solusi yg soluktif adlh penegakan syare`at islam bil da`wah wal jihad... Allahuakbar..!!!
BalasHapusDemokrasi itu bukan solusi tetapi realisasi pak guru. realita itu harus dihadapi!
BalasHapus