Selamat datang di blog membangun peradaban. silahkan tulis kritik dan saran

Pages

Senin, 09 April 2012

ISLAM, IBADAH DAN PEMBENTUKAN KARAKTER


Oleh, Warsito, S.Pd, M.P.I.
Dalam Islam, ada beberapa pokok penting agama yang hanya diketahui dengan keyakinan dan beberapa masalah yang lain, diketahui melalui tafakur seperti hukum sebab akibat. Adanya mangga tentu karena ada pohonnya, adanya rumah tentu karena ada yang membangun, adanya kapal tentu karena adanya yang membuat, dan adanya alam beserta isinya tentu ada yang menciptakannya serta mengatur. Sedangkan salah satu permasalahan agama Islam yang hanya bisa diketahui dengan keyakinan adalah kesaksian kita di alam kandungan akan ketuhanan Allah. Allah berfiman:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman) \, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”, (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”. Atau agar kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?”. Al-A’raf 72-73
Ayat di atas mungkin belum meyakinkan kita, kenapa? apakah secara sadar dan jujur kita mampu mengingat persaksian itu? tentu tidak. Persaksian itu diluar kemampuan akal manusia untuk mengingatnya. Tetapi apakah lupa bisa membenarkan pengingkaran kita pada berita Al-Qur’an? Tentu tidak. Sebagai seorang muslim, kesaksian itu harus menjadi pegangan untuk mengakui ketuhanan Allah. Analogi yang mudah seperti ini, sesuatu yang kita lupa bukan berarti itu tidak terjadi. Sebagai contoh, bagi pembaca yang hari ini telah dewasa, pasti lupa bahwa ia dulu pernah menyusu kepada ibunya atau orang lain. Tetapi apakah karena lupa, kita mendustakan ibu yang mengatakan bahwa mereka telah menyusui kita? Tentu tidak. Sedang Allah yang menyatakan bahwa kita telah bersaksi akan ketuhan-Nya lebih kita yakini kebenaran perkataan-Nya daripada ibu-ibu kita. Kemudian apa konsekuensi logis pengakuan kita pada ketuhanan Allah? Konsekuensinya adalah penyembahan, ketundukkan serta ketaatan kepada Allah. Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 102
(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu)
Dalam ayat yang lain.
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” Ali Imran ayat 32
Setelah orang mnegetahui hal ini, apa yang membuat mereka berpaling dari seruan Allah? Penyakit hati, mengikuti hawa nafsu serta bisikan setan. Hal ini diperparah dengan sifat-sifat negatif yang lain seperti iri, dengki atau hasad. Sekarang renungkanlah!! semua pasti pernah mendengar bahwa pertumpahan darah pertama kali di bumi ini dilakukan oleh generasi awal manusia, yaitu Qabil yang membunuh saudara kandungnya Habil karena disebabkan rasa dengki Qabil. Contoh lain, salah satu penyebab pemusuhan Abdullah bin Ubai bin Salul kepada Nabi SAW adalah perasaan dengkinya. Dia mempercayai risalah Nabi, tetapi kedengkian telah menutup mata batinnya. Begitu juga terusirnya Adam dan Hawa karena mengikuti bisikan setan. Berbagai penghalang manusia untuk beribadah terkurangi ketika Allah mengutus para rasul dan nabi disetiap kaum sebagai pemberi peringatan, mengajarkan ajaran-ajaran Allah yang ada dalam kitabnya, mengingatkan manusia supaya kembali kepada tujuan mereka yang murni yaitu menyembah Allah.
Sekarang kita angkat kisah Nabi Nuh a.s. Ia adalah orang yang menjadi Nabi dan Rasul yang pertama. Dia berdakwah siang dan malam, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan tetapi yang ia dapati adalah penentangan dan permusuhan, hanya sedikit sedang yang mau mengikuti ajarannya. Cobaan yang tidak kalah dari penentangan kaumnya adalah istri serta anaknya yang ikut mendustakan kebenarnya risalahnya. Kejadian demi kejadian itulah yang memaksa ia berdo’a supaya Allah membinasakan kaumnya. Bahkan ia tidak rela jika ada sebagian pembangkang dari kaumnya yang tetap hidup.
Dan Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur”. Nuh 26-27
Setelah nabi Nuh a.s, muncul Nabi Ibrahim harus menghadapi Namrud yang mengaku Tuhan, Bapaknya yang membuat patung, serta kaum penyembah berkala. Nabi Lut a.s harus menghadapi komunitas homo seksual. Ia dianggap tidak normal dan dimusuhi karena berbeda dari komunitasnya. Mereka akhirnya dibinasakan oleh Allah dengan menjungkir balikan tanahnya. Kaum Ad Allah binasakan dengan angin torpedo selama tujuh malam delapan hari yang menyebabkan kaum Hud mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma. Kaum tsamud adalah kaum yang terkenal kuat dan mampu membuat rumah dengar mengukir gunung. Tetapi Allah membinasakan mereka dengan mengirim suara yang sangat keras. Musa a.s harus menghadapi Fir’aun serta umat yang tidak bisa di atur. Kaum yahudi adalah suatu komunitas yang paing banyak membunuh para nabi serta paling sulit diatur. Mereka yang menyuruh Nabinya berperang bersama Tuhannya sedang mereka menunggu di rumah-rumah dan tempat perkumpulan mereka. Mereka juga menuduh perintah Allah lewat lisan nabi Musa a.s untuk menyembelih sapi sebagai gurauan. Mereka juga yang membuat scenario untuk menyalib nabi Isa a.s
Setelah Nabi-nabi turun dengan megaproyek yang sama, yaitu mengembalikan peribadatan hamba kepada hamba menuju peribadatan hamba kepada Allah, diutuslah manusia terbaik untuk menjadi penutup para Nabi. Ia tidak mendo’akan bencana untuk kaumnya meskipun didustakan, ia tetap memilih akhirat meskipun perbendaharaan dunia telah dibukakan. Dia Nabi Muhammad SAW. Setelah menegakkan Islam di Madinah, Nabi Muhammad SAW mengirim surat kepada penguasa Romawi, Persia atau Negara-negara di samping Madinah untuk menerima Islam. Tujuan inilah yang disampaikan Rabi’ bin Amr kepada Rustum, dibawa Muad bin Jabal ke Yaman, disiarkan Amr bin Ash ketika menaklukan Mesir, dan dengan tujuan inilah tiga benua ditaklukan oleh panglima-panglima Islam.
Setelah kita beribadah kepada Allah, apa efek ibadah kepada umat? Pembaca silahkan simak friman Allah. “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Al-Baqaroh 21). Berbicara masalah ketakwaan, berarti berbicara masalah pembentukan karakter atau pribadi muslim. Siapa orang yang bertakwa? Orang yang mampu mengubah segala bentuk kekikirannya menjadi pribadi yang dermawan, orang yang mampu menahan amarahnya, orang yang mampu memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain dan pribadi orang yang bertakwa adalah orang yang tidak terhanyut dalam kesenangan dosa, dan mereka orang yang ketika melakukan dosa segera meminta ampun.
(Yaitu) orang-orang yang menfkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka ….” Ali Imran ayat 134-135
Berbicara masalah dermarwan, menahan marah dan memberi maaf, pembaca pasti ingat hadist ifqi, kisah ummul mukminin ‘Aisayah yang dituduh berzina dengan sahabat yang bernama Shafwan bin Muattal. Fitnah yang disebarkan orang-orang munafiq membuat kota Madinah resah, sahabat dari Khajraj dan Aus bersitegang, keharmonisan Nabi dan A’isyah juga tergoncang, orang-orang mukmin juga terpengaruh, sahabat Nabi yang miskin dan mendapat nafkah dari Abu Bakar, Misthah sampai ikut menyebarkan fitnah itu. Akhirnya kejadian yang merusak suasana Madinah itu reda setelah Allah menurunkan surat An-Nur ayat 11-12:
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."    
Setelah ayat ini turun, Abu Bakar As-Shidiq r.a yang mengetahui bahwa kerabatnya yang juga orang yang disantuninya Misthah ikut menyebarkan fitnah langsung bersumpah kalau ia tidak akan memberinya harta benda lagi. Setelah mengucapkan sumpah yang bernada dendam itu, Allah menurunkan surat An-Nur ayat 22. Allah berfirman:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Setelah mendengat ayat ini, Abu Bakar langsung berkata: sungguh aku menyukai ampunan Allah. Kemudian dia membatalkan sumpahnya dan memaafkan saudaranya Misthah serta memberinya harta lagi.
Berbicara masalah kesabaran sebagai bagian pahatan ketakwaan tidak bisa terlepas dari kisah menakjubkan Kabbab bin Arts,. Setelah mengetahui keislaman pandai besi ini, Kafir Quraisy merubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab, sehingga keluar cairan yang memadamkan besi itu. Atau lihat kesabaran keluarga Yasir, bapak, ibu dan anak dikumpulkan di tempat yang sama. Seorang suami harus melihat dengan matanya bagaimana kafir Quraisy menyiksa istrinya, seorang ibu harus melihat putranya disiksa didepan matanya dan seorang anak menyaksikan bapak dan ibunya meninggal di depannya. Atau kesabaran Bilal bin Robah, karena keislaman, ia menolak tawaran dunia dan bahkan dengan sabar menerima siksaan, pukulan, lemparan, dan juga panasnya padang pasir. Tetapi hal itu tidak memalingkan keimanan dan peribadatan mereka kepada selain Allah.
Orang yang beribadah kepada Allah merupakan orang yang tahan banting dan tidak suka mengeluh. Perhatikan firman Allah.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”. Al-Ma’arij ayat 19-22
Orang mukmin juga orang yang disiplin dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Perhatikan nasehat Abdullah Ibnu Umar:
Jika kamu berada di pagi hari jangan menunggu sore hari, jika kamu berada di sore hari jangan menunggu pagi hari”
Jadi kesimpulan dari pemaparan ini, umat Islam itu kuat dalam berkarakter dalam menghadapi hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Tinggi Bahasa Arab

Kegiatan Dakwah Masjid Zakaria

Info UMS