Oleh, Warsito,
S.Pd, M.P.I.
Dalam Islam, ada beberapa pokok
penting agama yang hanya diketahui dengan keyakinan dan beberapa masalah yang
lain, diketahui melalui tafakur seperti hukum sebab akibat. Adanya mangga tentu
karena ada pohonnya, adanya rumah tentu karena ada yang membangun, adanya kapal
tentu karena adanya yang membuat, dan adanya alam beserta isinya tentu ada yang
menciptakannya serta mengatur. Sedangkan salah satu permasalahan agama Islam
yang hanya bisa diketahui dengan keyakinan adalah kesaksian kita di alam
kandungan akan ketuhanan Allah. Allah berfiman:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman) \, “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”,
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,
“sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”. Atau agar kamu tidak
mengatakan, “sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak
dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah
Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?”. Al-A’raf 72-73
Ayat di atas mungkin belum
meyakinkan kita, kenapa? apakah secara sadar dan jujur kita mampu mengingat
persaksian itu? tentu tidak. Persaksian itu diluar kemampuan akal manusia untuk
mengingatnya. Tetapi apakah lupa bisa membenarkan pengingkaran kita pada berita
Al-Qur’an? Tentu tidak. Sebagai seorang muslim, kesaksian itu harus menjadi
pegangan untuk mengakui ketuhanan Allah. Analogi yang mudah seperti ini, sesuatu
yang kita lupa bukan berarti itu tidak terjadi. Sebagai contoh, bagi pembaca
yang hari ini telah dewasa, pasti lupa bahwa ia dulu pernah menyusu kepada
ibunya atau orang lain. Tetapi apakah karena lupa, kita mendustakan ibu yang
mengatakan bahwa mereka telah menyusui kita? Tentu tidak. Sedang Allah yang
menyatakan bahwa kita telah bersaksi akan ketuhan-Nya lebih kita yakini
kebenaran perkataan-Nya daripada ibu-ibu kita. Kemudian apa konsekuensi logis
pengakuan kita pada ketuhanan Allah? Konsekuensinya adalah penyembahan,
ketundukkan serta ketaatan kepada Allah. Allah berfirman dalam surat Al-An’am
ayat 102
(Yang memiliki sifat-sifat
yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta
segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu)
Dalam ayat yang lain.
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah
dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir” Ali Imran ayat 32
Setelah orang mnegetahui hal ini,
apa yang membuat mereka berpaling dari seruan Allah? Penyakit hati, mengikuti
hawa nafsu serta bisikan setan. Hal ini diperparah dengan sifat-sifat negatif
yang lain seperti iri, dengki atau hasad. Sekarang renungkanlah!! semua pasti
pernah mendengar bahwa pertumpahan darah pertama kali di bumi ini dilakukan
oleh generasi awal manusia, yaitu Qabil yang membunuh saudara kandungnya Habil
karena disebabkan rasa dengki Qabil. Contoh lain, salah satu penyebab pemusuhan
Abdullah bin Ubai bin Salul kepada Nabi SAW adalah perasaan dengkinya. Dia
mempercayai risalah Nabi, tetapi kedengkian telah menutup mata batinnya. Begitu
juga terusirnya Adam dan Hawa karena mengikuti bisikan setan. Berbagai
penghalang manusia untuk beribadah terkurangi ketika Allah mengutus para rasul
dan nabi disetiap kaum sebagai pemberi peringatan, mengajarkan ajaran-ajaran
Allah yang ada dalam kitabnya, mengingatkan manusia supaya kembali kepada
tujuan mereka yang murni yaitu menyembah Allah.
Sekarang kita angkat kisah Nabi
Nuh a.s. Ia adalah orang yang menjadi Nabi dan Rasul yang pertama. Dia berdakwah
siang dan malam, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan tetapi yang ia
dapati adalah penentangan dan permusuhan, hanya sedikit sedang yang mau
mengikuti ajarannya. Cobaan yang tidak kalah dari penentangan kaumnya adalah
istri serta anaknya yang ikut mendustakan kebenarnya risalahnya. Kejadian demi
kejadian itulah yang memaksa ia berdo’a supaya Allah membinasakan kaumnya.
Bahkan ia tidak rela jika ada sebagian pembangkang dari kaumnya yang tetap
hidup.
Dan Nuh berkata, “Ya Tuhanku,
janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di
atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya melahirkan anak-anak yang jahat
dan tidak tahu bersyukur”. Nuh 26-27
Setelah nabi Nuh a.s, muncul Nabi Ibrahim harus
menghadapi Namrud yang mengaku Tuhan, Bapaknya yang membuat patung, serta kaum
penyembah berkala. Nabi Lut a.s harus menghadapi komunitas homo seksual. Ia
dianggap tidak normal dan dimusuhi karena berbeda dari komunitasnya. Mereka
akhirnya dibinasakan oleh Allah dengan menjungkir balikan tanahnya. Kaum Ad Allah
binasakan dengan angin torpedo selama tujuh malam delapan hari yang menyebabkan
kaum Hud mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma. Kaum tsamud
adalah kaum yang terkenal kuat dan mampu membuat rumah dengar mengukir gunung.
Tetapi Allah membinasakan mereka dengan mengirim suara yang sangat keras. Musa
a.s harus menghadapi Fir’aun serta umat yang tidak bisa di atur. Kaum yahudi
adalah suatu komunitas yang paing banyak membunuh para nabi serta paling sulit
diatur. Mereka yang menyuruh Nabinya berperang bersama Tuhannya sedang mereka
menunggu di rumah-rumah dan tempat perkumpulan mereka. Mereka juga menuduh perintah
Allah lewat lisan nabi Musa a.s untuk menyembelih sapi sebagai gurauan. Mereka
juga yang membuat scenario untuk menyalib nabi Isa a.s
Setelah Nabi-nabi turun dengan megaproyek yang
sama, yaitu mengembalikan peribadatan hamba kepada hamba menuju peribadatan
hamba kepada Allah, diutuslah manusia terbaik untuk menjadi penutup para Nabi.
Ia tidak mendo’akan bencana untuk kaumnya meskipun didustakan, ia tetap memilih
akhirat meskipun perbendaharaan dunia telah dibukakan. Dia Nabi Muhammad SAW.
Setelah menegakkan Islam di Madinah, Nabi Muhammad SAW mengirim surat kepada
penguasa Romawi, Persia atau Negara-negara di samping Madinah untuk menerima
Islam. Tujuan inilah yang disampaikan Rabi’ bin Amr kepada Rustum, dibawa Muad
bin Jabal ke Yaman, disiarkan Amr bin Ash ketika menaklukan Mesir, dan dengan
tujuan inilah tiga benua ditaklukan oleh panglima-panglima Islam.
Setelah kita beribadah kepada Allah, apa efek
ibadah kepada umat? Pembaca silahkan simak friman Allah. “Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa.” (Al-Baqaroh 21). Berbicara masalah ketakwaan, berarti
berbicara masalah pembentukan karakter atau pribadi muslim. Siapa orang yang
bertakwa? Orang yang mampu mengubah segala bentuk kekikirannya menjadi pribadi
yang dermawan, orang yang mampu menahan amarahnya, orang yang mampu memaafkan
kesalahan-kesalahan orang lain dan pribadi orang yang bertakwa adalah orang
yang tidak terhanyut dalam kesenangan dosa, dan mereka orang yang ketika
melakukan dosa segera meminta ampun.
“(Yaitu) orang-orang yang menfkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap
dosa-dosa mereka ….” Ali Imran ayat 134-135
Berbicara masalah dermarwan, menahan marah dan
memberi maaf, pembaca pasti ingat hadist ifqi, kisah ummul mukminin
‘Aisayah yang dituduh berzina dengan sahabat yang bernama Shafwan bin Muattal.
Fitnah yang disebarkan orang-orang munafiq membuat kota Madinah resah, sahabat
dari Khajraj dan Aus bersitegang, keharmonisan Nabi dan A’isyah juga
tergoncang, orang-orang mukmin juga terpengaruh, sahabat Nabi yang miskin dan
mendapat nafkah dari Abu Bakar, Misthah sampai ikut menyebarkan fitnah itu.
Akhirnya kejadian yang merusak suasana Madinah itu reda setelah Allah
menurunkan surat An-Nur ayat 11-12:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu
orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka
sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata."
Setelah ayat ini turun, Abu Bakar As-Shidiq r.a
yang mengetahui bahwa kerabatnya yang juga orang yang disantuninya Misthah ikut
menyebarkan fitnah langsung bersumpah kalau ia tidak akan memberinya harta
benda lagi. Setelah mengucapkan sumpah yang bernada dendam itu, Allah
menurunkan surat An-Nur ayat 22. Allah berfirman:
“Dan janganlah orang-orang yang
mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka
(tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka
mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Setelah mendengat ayat ini, Abu Bakar langsung
berkata: sungguh aku menyukai ampunan Allah. Kemudian dia membatalkan sumpahnya
dan memaafkan saudaranya Misthah serta memberinya harta lagi.
Berbicara masalah kesabaran sebagai bagian
pahatan ketakwaan tidak bisa terlepas dari kisah menakjubkan Kabbab bin Arts,.
Setelah mengetahui keislaman pandai besi ini, Kafir Quraisy merubah semua besi yang terdapat di rumah
Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi
belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan
merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua
kaki Khabbab, sehingga keluar cairan yang memadamkan besi itu. Atau lihat
kesabaran keluarga Yasir, bapak, ibu dan anak dikumpulkan di tempat yang sama.
Seorang suami harus melihat dengan matanya bagaimana kafir Quraisy menyiksa
istrinya, seorang ibu harus melihat putranya disiksa didepan matanya dan
seorang anak menyaksikan bapak dan ibunya meninggal di depannya. Atau kesabaran
Bilal bin Robah, karena keislaman, ia menolak tawaran dunia dan bahkan dengan
sabar menerima siksaan, pukulan, lemparan, dan juga panasnya padang pasir.
Tetapi hal itu tidak memalingkan keimanan dan peribadatan mereka kepada selain
Allah.
Orang yang beribadah kepada Allah merupakan
orang yang tahan banting dan tidak suka mengeluh. Perhatikan firman Allah.
“Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat”. Al-Ma’arij ayat 19-22
Orang mukmin juga orang yang
disiplin dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Perhatikan nasehat Abdullah
Ibnu Umar:
“Jika kamu berada di pagi hari
jangan menunggu sore hari, jika kamu berada di sore hari jangan menunggu pagi
hari”
Jadi kesimpulan dari pemaparan
ini, umat Islam itu kuat dalam berkarakter dalam menghadapi hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar