SHOLAT
Oleh, Warsito, S.Pd, M.P.I.
I.
Pendahuluan
Masyarakat barat hari ini
kekeringan norma dan nilai, mereka terkena wabah materialistik dimana setiap
sesuatu dinilai dengan materi, mereka lupa bahwa ada bagian kehidupan ini yang
lebih bernilai dari materi itu sendiri. Pandangan materialistik ini yang
menyebabkan nilai moral dan kebaikan hilang karena segala sesuatu yang tidak
nampak dinilai dengan sesuatu yang empiris. Akhirnya mereka kehilangan
kebahagian dan ketemtraman, sesuatu yang lebih mereka butuhkan dari pada
apapun, hilangnya perasaan ini ketika mereka menganggap bahwa rasa tentram
adalah sesuatu yang dapat dibeli, sesuatu yang dapat mereka temukan dengan
melampiaskan nafsu, mereka mengira bahwa ketemtraman dapat mereka dapatkan
dengan melepaskan kehidupan dengan nilai-nilai kebaikan yang mengikat hidup
mereka.
Perkembangan umat Islam
di Barat, seiring berlalunya hari mereka bertambah banyak, begitu pula kegiatan
rohani yang lain seperti yoga, meditasi dll, perkembangan kegiatan yang
bersifat kerohanian ini menjadi indikasi adanya kesadaran bahwa sistematika
berfikir mereka selama ini salah. Menilai segala sesuatu dapat diraih dengan
materi adalah kesalahan yang fatal dalam pengalaman hidup mereka, hal ini
terbukti ketika mereka mendapat kejayaan material dunia dan kemewahannya,
mereka merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka. Seorang ibu sudah
kehilangan penghargaan dari anak, seorang suami sudah tidak memiliki harga diri
didepan keluarga, anak juga tidak mendapat kasih sayang dari kedua orang tua.
Kegagalan hidup mereka seperti bola salju yang semakin membesar dan memiliki
dampak yang besar pada individu, keluarga, masyarakat dan Negara.
Ditengah masyarakat yang
kekeringan itu Islam datang bak hujan dari langit. Ia dinantikan dan menjadi
solusi masalah kehidupan mereka. Model kehidupan yang bernilai, bermoral, dan
beraturan pun menjadi sesuatu yang baru bagi mereka. Seorang ibu yang dihormati
anak, seorang suami yang memiliki otoritas dikeluarga, dan seorang anak
mendapat kasih sayang dari kedua orang tua, sebuah kehidupan yang seimbang, Kehidupan
yang normal dan beraturan inilah yang ditawarkan Islam. Disamping mengatur
hubungan antara sesama manusia Islam mengajarkan hubungan antara manusia dengan
pencipta-Nya. Inilah ajaran yang mendasar dalam Islam dimana diatas pemahaman
itu terbangun hubungan sesama manusia dan lewat hubungan manusia dengan
Robb-Nya seorang mendapat kebahagian. Dan wasilah untuk berhubungan antara
hamba dengan Robb-Nya, Allah mensyari’atkan sholat.
Sholat dengan segala gerakan,
bacaan dan kedisiplinan waktu serta kesinambungan pelaksanaannya memberikan
berbagai kebaikan dan ketentraman. Apa yang diikuti barat untuk menenangkan
jiwa mereka seperti meditasi, yoga dan lain-lain tidak diperlukan oleh umat
Islam. Karena muslim yang ta’at melaksanakan shalat minimal 5 kali sehari. Kalau
seseorang setiap hari dia membersihkan hati dan mengintropeksi diri minimal 5
kali maka dia tidak perlu lagi mengikuti ajaran lain diluar Islam. Inilah salah
satu bukti kesempurnaan Islam dalam mengatur fisik dan jiwa manusia dimana
tidak ada yang menandinginya.
II.
Batasan permasalahan
1.
Pengertian
sholat
2.
Hukum
sholat
3.
Hikmah
sholat
III.
Pembahasan
1.
Definisi
shalat
Secara bahasa: Do’a, hal ini sebagaimana firman
Allah dalam surat At Taubah ayat 103
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)
“dan
bershalatlah atas mereka (berdoalah untuk mereka) karena sesungguhnya do’amu
itu menenangkan dan menetramkan mereka”
dinamakan sholat karena ia merupakan penghubung antara hamba
dengan Robb-Nya dan dalam sholat itu ada pemujaan, pemuliaan dan do’a.[1]
Secara syar’i: sebagaimana banyak dirumuskan para fuqaha, ialah: beberapa
ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dalam
rangka beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan”.[2]
Sekarang kita perhatikan pengertian atau definisi yang
dipakai oleh para fuqaha berupa kombinasi antara amalan lisan berupa ucapan,
amalan anggota badan berupa gerakan dan amalan hati berupa ikhlas beribadah
kepada Allah. Tiga unsur amalan yang dengannya kita melakukan kebaikan dan
kejelekan ini setiap hari dilatih dan diperingatkan untuk melakukan kebaikan
sehingga seorang muslim yang ta’at adalah pribadi yang berpikiran kebaikan dan
dengan itu ia merasa mendapat kebaikan serta ketentraman.
2. Hukum shalat
Shalat adalah kewajiban dari Allah
Ta’ala kepada setiap mukmin, sebab Allah Ta’ala memerintahkannya dibeberapa
surat dan ayat.[3]
Allah berfirman
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
كِتَابًا مَوْقُوتًا (103)
“maka dirikanlah shalat, sesungguhnya
shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”. (An Nisa’-103)
Berkata ibnu Abbas bahwa shalat yang
dimaksud dalam ayat ini adalah shalat wajib. Dalam riwayat lain ibnu Mas’ud
berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan tentang ketetapkan waktu shalat dan Ibnu
Aslam berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan tentang waktu shalat yang
berkesinambungan, jadi ketika waktu shalat habis maka datang waktu shalat yang
lain.[4]
3.
Hikmah
shalat
a.
Membersihkan
jiwa dan mensucikannya dari penyakit jiwa
Allah Berfirman
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ
جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22)
الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ
(23)
“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah dan
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yaitu
orang-orang yang selalu melaksanakan shalat”. Al Ma’arij 19-23
Surat Al Ankabut ayat 45
menggambarkan sifat orang secara umum, bahwa mereka orang yang mengeluh ketika
tertimpa musibah sedangkan mereka menjadi orang yang kikir ketika mendapat
kebaikan. Itulah orang yang disifati dengan sifat kejelekan, kemudian Allah
mengecualikan sebagian orang yang Allah jaga dari sifat-sifat yang jelek itu
dan Allah mudahkan mereka untuk melakukan kebaikan, yaitu orang-orang yang
melaksanakan shalat dan menjaganya baik waktu dan tatacara pelaksanaannya.
b.
Melarang
pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar
Allah berfirman
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُون.
“Dan laksanakanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar”. Al Ankabut 45
Ayat ini menjelaskan bahwa efek dari
menjalankan shalat adalah manusia sanggup meninggalkan tindakan kekejian atau
zina dan kemungkaran. Hal ini sebagaimana atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas
yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsir beliau.[5]
"مَنْ لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر،
لم تزده من الله إلا بعدا"
“barang siapa yang shalatnya belum
mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, tidaklah bertambah apapun kecuali
jauh dari Allah”.
c.
Menjadi
wasilah meminta pertolongan Allah
Allah berfirman
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)
“Mintalah pertolongan kepada Allah dengan wasilah shalat dan
sabar. Sesungguhnya shalat itu sangat berat dilakukan kecuali orang-orang yang
khusu’” (Q.S: Al Baqarah 45)
Muqotil berkata: mintalah pertolongan untuk mendapatkan akhirat dengan
kesabaran menjalankan kewajiban dan shalat. Dan ada yang berpendapat bahwa
kesabaran adalah menahan diri dari melakukan kemaksiatan untuk itu ia
dihubungkan dengan amalan ibadah dan yang paling tinggi adalah shalat.
Berkenaan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menukil perkataan Umar bin Khatab
yang diriwayatkan oleh Abi Hatim.[6] Ia berkata:
الصبر صبران: صبر عند المصيبة حسن، وأحسن منه
الصبر عن محارم الله.
“kesabaran ada dua: sabar ketika terkena musibah dan itu baik, dan yang
lebih baik adalah sabar dalam meninggalkan sesuatu yang diharamkan Allah”.
d.
Shalat
sebagai cara untuk berdzikir
Allah berfirman
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
(14)
“dan laksanakan shalat untuk mengingat-Ku” (QS. Thoha : 14)
Hikmah shalat yang terakhir dalam pembahasan ini adalah
sarana untuk mengingat Allah dan sebagai ketundukkan kita kepada Allah.
4.
Kesimpulan
Bagian dari tanda kesempurnaan Islam, Allah mensyari’atkan
ibadah shalat sehari lima kali. Ibadah yang berkesinambungan dan melatih
seorang muslim untuk berperilaku dan berfikiran baik. Inilah konsep shalat yang
perlu dipahami seorang muslim sehingga dia bisa menjadi pribadi yang tangguh.
Referensi
1.
Anas Ismail Abu
Dawud, Dalilus saailin, Maktabah Malik Fahad, Arab Saudi 1416 H.
2.
Drs. Abdullah Aly
dan Drs Syamsul Hidayat, Ubudiyah, Lembaga pengembangan ilmu-ilmu dasar (LPID)
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2006. Hal 35.
3.
Abu
Bakar Jabir Al Jazairi, Minhajul Muslim (terjemahan), Darul Falah, Jakarta
Timur, 2007.
4.
Al
Qur’anul Karim, Darus Salam, Kairo, Mesir.
5.
Tafsir
Ibnu Katsir (dalam maktabah syamilah)
[1] (Anas Ismail Abu Dawud, Dalilus saailin, Maktabah
Malik Fahad, Arab Saudi 1416 H hal 400).
[2] (Drs. Abdullah Aly dan Drs Syamsul Hidayat, Ubudiyah,
Lembaga pengembangan ilmu-ilmu dasar (LPID) Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2006. Hal 35).
[3]
(Abu Bakar Jabir Al Jazairi,
Minhajul Muslim (terjemahan), Darul Falah, Jakarta Timur, 2007).
[4] Ibnu katsir, tafsir Qur’anul Adhim, juz 2 hal 403
[5]
Ibnu katsir, tafsir Qur’anul Adhim, juz 6 hal 244
[6]
Ibnu katsir, tafsir Qur’anul Adhim, juz 1 hal 88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar