oleh, Warsito, S.Pd., M.P.I.
A.
Latar Belakang
Ditengah-tengah
tekanan gaya hidup yang materialistik, banyak orang yang mencari alternatif
yang cepat untuk mengurangi tekanan hidup itu. Beberapa orang melakukan hal-hal
sebagai berikut; meminum minuman keras, berzina (melakukan seks diluar ikatan
nikah), memakai obat-obatan terlarang atau Narkotika, Psikotropika, dan bahan
Adiktif lainnya yang berbahaya. Para pengguna itu merasa dengan melakukan
hal-hal di atas, mereka dapat melupakan atau terbebas dalam masalah hidupnya
padahal setelah mereka melakukan itu, mereka mengahadapi masalah yang lebih
berat. Selain itu, hal ini yang menjadi penyakit masyarakat yang dapat menular
kepada orang lain.
Di antara
penyakit masyarakat di atas, pada bab ini penulis mengkhususkan pada
permasalahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan bahan Adiktif lainnya
yang berbahaya. Penyakit masyarakat ini begitu menakutkan dan begitu cepat
penyebarannya. Menurut riset Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) pada tahun 2004
menjelaskan bahwa di Jakarta pada tahun itu tidak ada tempat yang bebas dari
Narkoba.[1] Data kepolisian RI pada tahun 2008 menyebutkan
ada sekitar 3,2 juta penduduk Indonesia yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotik, psikotoprika, dan zat adiktif. Jumlah ini setara dengan kurang lebih
1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia berjumlah sekitar 200 juta jiwa. Jumlah inipun meningkat sekitar 533 persen dalam rentang waktu
dua tahun sejak tahun 2006 yang hanya berjumlah 500.000 jiwa. Ditinjau dari aspek ekonomi, berdasarkan data
Badan Narkotika Nasional (BNK) penyalahgunaan narkotika pada tahun 2008
telah menimbulkan kerugian ekonomi mencapai sekitar Rp15,37 triliun.
Khusus di Jakarta, data kriminalitas berupa narkotika di DKI mengalami
kenaikan. Pada tahun 2002 jumlah pengguna, pengedar maupun produsen yang
ketangkap berjumlah 2.642, pada tahun 2003 berjumlah 2.973 dan 2004 berjumlah
3.541.[2]
Hal-hal inilah
yang mendorong penulis untuk menulis makalah dengan tema bahaya narkotika,
penyebab dan solusi yang disampaikan untuk segenap stakeholder.
B.
Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan
singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Terminologi
narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi (termasuk
didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan.
Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah
Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih
banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada
intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat
yang sama.[3]
Dari penjelasan
di atas, dapat diketahui bahwa Narkoba merupakan singkatan yang setiap unsur
dalam pengertian ini memiliki definisi sendiri-sendiri.
1.
Narkotika
adalah “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan”. Contoh obat-obat yang termasuk Narkotika
adalah Candu, Morfin, Heroin, dan Demerol.
2.
Psikotropika
adalah “zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”. Contoh obat-obat yang
termasuk Psikotropika adalah Ekstasi.
3.
Bahan
adiktif lainnya adalah “zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika
yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan” Contoh
bahan Adiktif adalah Minuman keras dan nikotin.[4]
C.
Sejarah Muncul dan Berkembangnya Narkotika
Narkotika
adalah obat yang dibutuhkan dalam dunia kesehatan. Narkotika atau sejenisnya
sudah dipakai oleh manusia selama berabad-abad. Tujuan penggunaan obat-obat ini
adalah untuk menghilangkan kegelisahan dan kesepian dengan cepat tetapi ketika
efek obat sudah habis maka orang itu akan kembali ke keadaan semula. Salah satu
bahaya dari obat-obat itu adalah pengguna akan membutuhkan dosis yang lebih
tinggi untuk mendapatkan kenikmatan. Manusia adalah makhluk yang suka melakukan
sesuatu secara instan, untuk menghilangkan ganguan jiwa atau fisik mereka
menempuh jalan pintas dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan
obat-obat terlarang ini. Pada zaman Yunani purba, orang sudah memakai opium, di
Peru orang memakai daun koka, dan di Cina orang memakai opium di mana obat-obat
ini menimbulkan kecanduan.[5]
Berkembangnya
jenis narkotika ini berawal dari opium yang menjadi candu dan morfin. Candu
dihisap untuk dinikmati sedangkan morfin digunakan untuk pengobatan. Sejak abad
19, tentara Amerika dan Eropa di bekali morfin untuk menghilangkan rasa sakit
ketika mereka berangkat perang. Kebijakan ini ternyata menjadi masalah pada
kehidupan tentara karena morfin ini menimbulkan ketagihan pada pengguna. Untuk
mengatasi masalah itu, morfin yang diubah susunan kimiawinya menghasilkan
heroin yang memiliki kekuatan 20 kali lebih kuat daripada morfin dan bisa
mengatasi ketagihan morfin. Penelitian ini pertama kali dilakukan di Inggris
pada tahun 1874 dan diproduksi secara komersial oleh PT Bayer di Jerman. Tetapi
kokain ternyata juga menimbulkan ketagihan sehingga mendorong untuk mencari
obat yang bisa menghilang ketagihan kokain. Setiap ditemukan obat baru ternyata
menimbulkan ketagihan baru sehingga perkembangan obat ini semakin keras.[6]
Menteri
kesehatan RI dengan surat edarannya no. 196/Men.Kes/SK/VIII/ 1997 ttg 22
Agustus ’77 telah memutuskan untuk melarang jenis obat-obat narkotika digunakan
untuk kepentingan pengobatan. Delapan obat itu adalah: acetorphium,
alphacetylmethadolum, heroinum, hydromorphonum, ketobemidonum, nicomorphinum,
oxymorphonum, racemorphonum dan thebaconum. Pemerintah juga menarik obat-obat
itu dari pasar, apotik serta pabrik farmasi untuk dihancurkan. Pelarangan ini
salah satu usaha pemerintah untuk mempersempit penggunaan narkotika secara
ilegal.[7]
Bencana dari
perkembangan obat ini adalah penyalahgunaan obat oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab untuk menjalankan bisnis kotor. Mereka melakukan usaha bisnis
yang mendatangkan banyak keuntungan dengan waktu yang singkat tanpa
memperhatikan nilai-nilai agama, moral dan norma-norma budaya. Orang-orang inilah
yang menyalahkan gunakan narkotika, baik dalam prosuksinya maupun
distribusinya.
Bisnis
narkotika begitu menjanjikan karena penggunaan obat-obat terlarang ini
menimbulkan toleransi pada penggunanya. Artinya, pengunanya menjadi tahan
terhadap dosis yang sama, sehingga untuk mendapatkan kepuasan yang sama harus
menambah dosis. Pengguna obat yang tanpa pengawasan dokter akan menamabah dosis
sedikit demi sedikit dan untuk mendapatkan obat-obat itu mereka rela untuk
melakukan apa saja.
D.
Hukum Pemakaian Narkotika menurut Islam
Narkotika
dengan segala jenisnya adalah hal baru dalam kajian hukum Islam karena dimasa
Rasulallah SAW hidup, obat-obat terlarang ini tidak ditemukan dalam masyarakat
Arab. Meskipun narkotika belum ada dalam tatanan hukum Islam pada masa Nabi
SAW, hal ini tidak menghalangi ahli hukum Islam untuk menfatwakan keharaman
benda ini. Melihat akibat penggunaan narkotika dan sejenisnya baik pada fisik,
mental maupun harta benda, narkotika lebih berbahaya dari pada khamer. Pengaruh
narkotika terhadap fisik begitu merusak, ia membuat badan lemas, sensitifitas
saraf hilang, kesehatan turun, suka menghayal dll. Secara material, pengguna
narkotika menghamburkan harta pribadi bahkan sebagian mereka tidak segan-segan
untuk berbuat kriminal.
Melihat dampak
penggunaan narkotika, Dr. Yusuf Qardawi berpendapat bahwa narkotika haram. Ia
juga mengambil pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa
Ganja haram hukunya, baik yang memabukkan maupun yang tidak. Ganja dihirup oleh
para pecandunya tidak lain karena merekaa hendak menikmati kesenangan dan
mabuk-mabukkan. Karena itulah, ia sama dengan khamr atau minuman memabukkan
lainnya.”[8]
Nash-nash
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang larangan untuk merusak atau membinasakan
diri sangat banyak. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT.
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu jatuhkan (dirimu sendiri)
ke dalam kebinasaan” Al-Baqarah 195[9]
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah
kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah sangat kasih terhadap
kalian. An-Nisa’-29
Kebiasaan
menghisap ganja dikenal dalam dunia Islam dari bangsa Tatar. Kebiasaan buruk
ini dibawa oleh tentara Tartar ketika masuk ke dalam dunia Islam saat mereka menaklukkan
wilayah Islam. Para ahli hukum menetapkan bahwa hukuman bagi yang mengkonsumsinya,
sedikit atau banyak, dikenakan hukuman minuman keras, yaitu cambuk delapan
puluh atau empat puluh kali.[10]
E.
Hukum Pemakaian Narkotika menurut UU Positif
Sedangkan
penggunaan narkoba menurut undang-undang posistif adalah dilarang. Hal
terlarang ini merupakan tindakan kriminal ditinjau dari UU positif Indonesia.
Undang-undang no. 22/1997 mengatur ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan
narkotika. Bahkan dalam Uandang-undang ini menetapkan pidana dengan hukuman
terberat berupa hukuman mati.[11]
Seiring berjalannya waktu, undang-undang no. 22/1997 dianggap usang karena
tidak mampu membendung arus kuat narkotika. Maka pemerintah merevisi
undang-undang no. 22/1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009 tentang
narkotika. Dalam undang-undang ini dipisahkan beberapa istilah yang mengacu
pada pengguna antara lain pengguna, pecandu, penyalahgunaan dan korban
narkotika dan setiap bidang memiliki konsekuensi hukum sendiri-sendiri.[12]
F.
Jenis-Jenis Narkotika dan Bahayanya
Sebagaimana
telah dibahas pada pembahasan sejarah narkotika, obat-obat ini berawal dari
sesuatu yang sederhana tetapi orang mengembangkannya untuk kepentingan
kesehatan dan sebagian orang mengembangkan untuk bisnis gelap. Menurut pengaruh
penggunaannya (effect), akibat kelebihan dosis (over dose), dan gejala bebas
pengaruhnya (withdrawal syndrome) di kalangan medis obat-obatan yang suka
disalahgunakan itu dibagi ke dalam lima kelompok,[13]
yaitu:
1.
Kelompok
narkotika, antara lain opium berat dan sedang, morfin, kodein, heroin,
hidromorfon, dan metadon. Pengaruhnya menimbulkan euphoria, rasa ngantuk berat,
penciutan pupil mata, rasa mual, dan sesak pernafasan. Kelebihan dosis akan
menyebabkan nafas lambat dan pendek-pendek, kulit lembab, kejang-kejang, koma
dan adakalanya kematian. Gejala bebas pengaruhnya adalah mata berair dan hidung
ingusan, sering menguap, gampang marah, gemeteran, panik, kejang otot, rasa
mual, serta menggigil disertai
berkeringat.
2.
Kelompok
depresant, antara lain kloral hidrat, obat-obat tidur (misalnya luminal),
obat-obat penenang (misalnya valium), dan metakualon. Pengaruhnya menimbulkan
gagap, disorientasi, dan rasa mabuk tapi tanpa bau alkohol. Kelebihan dosis
akan menimbulkan pernafasan pendek, kulit lembab, pelebaran pupil mata, lemah dengan
disertai denyut nadi cepat, koma dan adakalanya kematian.
3.
Kelompok
stimulant, antara lain kokain, ampetamin, penmetrazin, dan metilpenidat.
Pengaruhnya menimbulkan kewaspadaan yang berlebihan, euphoria, percepatan
denyut nadi dan peningkatan tekanan darah, susah tidur, dan kehilangan nafsu
makan. Kelbihan dosis akan menimbulkan sikap agitas, peningkatan suhu badan,
halusinasi, kejang-kejang, dan adakalanya kematian. Gejala bebas pengaruhnya
adalah apatis, tidur lama sekali, gampang marah, murung, dan disorientasi.
4.
Kelompok
hallucinogen, antara lain LSD, meskalin dan biyot, bermacam-macam ampetamin
berat dan pensiklidin. Pengaruhnya menimbulkan ilusi dan halusinasi, erta
memburuknya persepsi tentang jarak dan waktu. Kelebihan dosis akan menimbulkan pengalaman
menjalani kisah hebat dan lama, gangguan jiwa, dan adakalanya kematian. Gejala
bebas pengaruhnya belum pernah dilaporkan orang.
5.
Kelompok
cannabis, antara lain ganja kering, hashis, minyak hashis, dan
tetrahidrokanabinol. Semua bahan-bahan berasal dari tanaman cannabis dikenal
juga marihuana dan mariyuana. Pengaruhnya menimbulkan euphoria, dikuasai
perasaan santai, peningkatan nafsu makan, dan tingkah laku disorientasi.
Kelebihan akan menimbulkan kelesuan, paranoia, dan adakalanya gangguan
kejiwaan. Gejala bebas pengaruhnya adalah sukar tidur, heperaktif, dan
adakalanya nafsu berkurang.
G.
Pengguna Narkoba dan Fakor Penyebab Penggunaan
Menurut
kamus bahasa Indonesia istilah “Pengguna” adalah orang yang menggunakan, bila
dikaitkan dengan pengertian narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1
UU Narkotika maka dapat dikaitkan bahwa Pengguna Narkotika adalah orang yang
menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semi
sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam UU Narkotika. Penggunaan istilah “pengguna narkotika” digunakan untuk memudahkan
dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk membedakan
dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika.[14]
Pada umumnya Napza merupakan ancaman bagi kaum
remaja yang berusia 15 – 16 tahun. Pada masa
ini, remaja secara umum sedang mengalami perkembangan fisik, psikologi maupun sosial yang sangat pesat. Sifat ingin mengenal sesuatu yang baru
juga merupakan sifat yang dominan pada usia remaja sehingga mereka merupakan
pangsa pasar yang subur bagi penjualan narkoba. dapat merupakan pencetus remaja
mencoba, menggunakan bahkan kecanduan Napza.
Penyebab subjectif, ada
beberapa hal yang mendorong orang untuk menggunakan narkotika.
1.
Kurang
giat belajar atau malas
2.
Kurang
cerdas (IQ 70-90)
3.
Sulit
konsentrasi atau mudah terpengaruh
4.
Kurang
percaya diri, rendah diri, citra diri negatif
5.
Mudah
kecewa dan mudah agresif atau destruktif
6.
Mudah
depresi
7.
Suka
hal-hal yang berbahaya
8.
Kurang
keimanan
9.
Kemiskinan[15]
Penyebab Obyectif,
selain faktor objectif yang telah disebutkan di atas, ada beberapa faktor
objectif yang mendorong orang menggunakan narkotika. Hal itu antara lain,
1.
Orang
tua yang bekerja dan kurang perhatian dan komunikasi dengan anak.
2.
Orang
tua yang kurang harmonis, sering bertengkar, berselingkuh.
3.
Orang
tua kurang menanamkan etika perilaku baik buruk, boleh atau tidak boleh
dilakukan.
4.
Ada
anggota keluarga lain yang juga menjadi penyalahguna Napza.
5.
Peraturan
pemerintah yang tidak berjalan dengan baik
6. Arus informasi dan globalisasi yang
menyebarkan gaya hidup modern
7. Masyarakat yang tidak acuh, tidak
peduli [16]
H.
Hak-hak Pengguna Narkotika
Kewarganegaan
seseorang tidak bisa hilang karena orang tersebut adalah pengguna narkoba,
sehingga para pengguna narkoba mereka tetap terikat oleh undang-undang. Sebagai
warga negara, mereka tetap mendapat hak-hak yang di atur oleh undang-undang.
Hak-hak mereka yaitu,
1.
Rehabilitasi bagi Pengguna Narkotika
Hak rehbilitasi
bagi pengguna narkotika ini di atur oleh uu narkotika pasal 4 yang berbunyi “UU
Narkotika bertujuan : Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial
bagi penyalahguna dan pecandu narkotika”Pengguna narkotika dapat memilih
tempat rehabilitasi yang telah memenuhi kualifikasi dan apabila pengguna narkotika
dalam pengawasan negara, Negara memberikan hak rehabilitasi secara Cuma-Cuma
kepada pengguna narkotika8 dimana pembiayaanya dapat diambil dari harta
kekayaan dan asset yang disita oleh negara.
2.
Hak untuk tidak dituntut pidana
UU Narkotika,
memberikan diskresi kepada beberapa hal agar pengguna narkotika tidak dipidana,
diskresi tersebut dapat dilihat dalam Pasal 128 UU Narkotika memberikan jaminan
tidak dituntut pidana dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Pecandu
narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau
walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 ayat (1)
b.
Pecandu
narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2)
yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter
dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah.
I.
Kisah Dampak dan Kerugian Pengguna Narkotika
Kerugian yang
ditanggung oleh pengguna narkoba itu sendiri maupun keluarga jelas banyak
sekali. Sebagai contoh akan saya angkat satu kisah keluarga Sangsaro, keluarga
ini sudah berumur 20 tahun dan dikaruniai satu putra dan satu putri. Kedua
suami istri merupakan pekerja yang memiliki karir bagus. Keluarga ini mengalami
tekanan ketika suami istri itu tahu kalau anak keduanya telah menjadi korban
narkoba. Benda-benda yang ada dirumah mereka habis dijual oleh putri mereka,
bahkan putrinya telah menjual dirinya untuk bisa membeli narkoba.
Ketergantungan kepada narkoba telah merusak keluarga mereka, bahkan hal itu
tidak bisa teratasi ketika istri memutuskan untuk berhenti bekerja dan lebih
memperhatikan anak mereka.[17]
J.
Terapi
Beberapa badan,
lembaga atau pimpinan agama menyediakan fasilitas merehabilitir korban
narkotika.[18]
Pemerintah telah menyediakan beberapa tempat untuk merehabilitir, antara lain:
1.
Lembaga
ketergantungan obat (LKO) atau drug dependence unit (DDU) R. S. Fatmawati
Cilandak, kepunyaan DKI Jaya.
2.
Wisma
Pamardi Siwi (Detention Home) di Cawang, milik Komdak Metro Jaya.
Selain
pemerintah, lembaga swasta atau pondok pesantren ada juga yang ikut andil dalam
membantu korban narkotik, antara lain:
1.
Pesantren
Suryalaya dan Al-Islamy
2.
R.
S. Jiwa Dharmawangsa, Jl. Darmawangsa 36, Kebayoran Baru Jakarta.
3.
R.
S. Jiwa Ongko Mulyo, Jl. Cibinang Cempedak 1, Polonia.
4.
Yayasan
Santikara, Jl. Surabaya Timur No. 52, Jakarta.
K.
Solusi permasalahan
Melihat
pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa masalah narkotika lebih pada
permasalahan objectif meskipun ada faktor subjectif yang mendorong seseorang
untuk menggunakan narkotika, tetapi faktor subjectif akan bisa ditekan ketika
faktor objectif bisa diatasi. Maka penulis menyarankan hal-hal berikut supaya
diperhatikan oleh semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, ataupun keluarga.
1.
Pemerintah
harus membuat undang-undang yang tepat dan dijalankan dengan sesuai aturan.
2.
Pemerintah
mencanangkan progam pendidik berbasis pengetahuan agama kuat dan memasukkannya
dalam ujian nasional.
3.
Perlu
membuat masyarakat yang religi dan peka terhadap penyakit sosial
4.
Pembagian
kerja yang adil antara orang tua sehingga tidak meninggalkan anak tumbuh tanpa
pengawasan dan kasih sayang.
Daftar Pustaka
Syamil Qur’an.
2005. Bandung.
P Bobby
Hartanto. 2007. Keluarga, kerja, dan/ Narkoba. Media Indonesia. 1
Desember 2007
Romany Sihite.
2007. Perempuan, Kesetaraan, Keadilan. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Yusuf Qardawi.
2000. Halal Haram dalam Islam. Solo. Era Intermedia. Cetakan pertama.
H. Hadiman.
1999. Narkoba. Primer Koperasi Mitra Usaha SBIMMAS POLRI.
Artikel. Kedudukan
hukum pengguna narkotika dalam uu no 35 tahun 2009
Andi Hamzah dan
Surachman. 1994. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Sinar Grafika.
Jakarta. Cet pertama
Wilson Nadeak. Korban
Ganja dan Masalah Narkotika. Indonesia Publishing House. Bandung.
http://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/2010/December/Jump-in-South-East-Asian-opium-poppy-cultivation.html
[1] P
Bobby Hartanto. 2007. Keluarga, kerja, dan/ Narkoba. Media Indonesia. 1
Desember 2007 hal 24
[2]
Romany Sihite. 2007. Perempuan, Kesetaraan, Keadilan. Rajagrafindo Persada.
Jakarta. Hal 4
[3]
http://bnp.acehprov.go.id/book/export/html/21
[4]
Ibid
[5]
Andi Hamzah dan Surachman. 1994. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Sinar
Grafika. Jakarta. Cet pertama. Hal 4
[6]
Ibid. hal 7
[7]
Wilson Nadeak. Korban Ganja dan Masalah Narkotika. Indonesia Publishing
House. Bandung. Hal 125
[8]
Yusuf Qardawi. 2000. Halal Haram dalam Islam. Solo. Era Intermedia. Cetakan
pertama. Hal 119
[9]
Syamil Qur’an. 2005. Bandung. Hal 30
[10]
Ibid. hal 120
[11]
H. Hadiman. 1999. Narkoba. Primer Koperasi Mitra Usaha SBIMMAS POLRI.
Hal 43
[12]
Artikel. Kedudukan hukum pengguna narkotika dalam uu no 35 tahun 2009.
[13]
Andi Hamzah dan Surachman. 1994. Kejahatan Narkotika … hal 9-10
[14]
Disampaikan oleh
Totok Yuliyanto, S.H., Pengurus PBHI Nasional dalam dialog satu tahun pelaksanaan
UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia
[15]
http://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/2010/December/Jump-in-South-East-Asian-opium-poppy-cultivation.html
[17] P
Bobby Hartanto. 2007. Keluarga, kerja,……
[18]
Wilson Nadeak. Korban Ganja … hal 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar